EKBIS.CO, JAKARTA -- Perhimpunan Baitul Mal wat Tamwil menilai skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak cocok untuk diterapkan bagi koperasi syariah atau BMT. Skema yang lebih cocok diterapkan untuk mendorong bisnis BMT yakni pembentukan unit syariah Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Ketua Umum Perhimpunan Baitul Mal wat Tamwil Indonesia (PBMTI) Joelarso menilai, subsidi bunga KUR atau margin imbal hasil yang diberikan pemerintah hanya cocok diterapkan kepada perbankan. "Kalau masih dengan skema seperti yang sekarang ini, koperasi belum bisa ikut menyalurkan KUR," ujar Joelarso pada Republika, Rabu (15/2).
Joelarso menuturkan, bisnis koperasi mengandalkan dana yang disimpan dari anggota, dan memiliki biaya dana (cost of fund) yang tinggi. Oleh karena itu, akan sulit bagi koperasi menyalurkan kredit dengan bunga murah seperti melalui skema KUR.
"Di koperasi nggak mungkin karena cost of fund di koperasi tinggi. Melemparnya kalau bunga rendah, koperasi malah menghancurkan pasar sendiri. Padahal tidak semua anggota bisa dikasih KUR. Jadi pasar mikro malah hancur," tutur Joelarso.
Namun menurut Joelarso hal tersebut dapat terlaksana apabila skema pembiayaan yang dilakukan menggunakan dana bergulir yang diberikan pemerintah, bukan sekadar subsidi bunga. Untuk itu, ia meminta pemerintah agar menambah modal LPDB serta segera membentuk unit syariahnya.
"Koperasi dengan LPDB sudah oke secara sistem, tapi masih campur dengan konvensional. Kami minta berilah modal tambahan pada LPDB dan dipisahkan untuk syariah," kata Joelarso.
Rencana tersebut akan segera terwujud dalam waktu dekat. Pada tahun ini LPDB berencana membentuk direktorat syariah yang nantinya khusus menangani pengajuan pinjaman atau pembiayaan dengan pola syariah.
Direktur Utama LPDB Kemas Danial mengatakan, sejalan dengan rencana pembentukan direktorat syariah, pihaknya sudah mempresentasikan ke Menpan RB. Diharapkan akhir bulan ini Menpan RB sudah mengeluarkan keputusan sehingga operasionalnya segera dilakukan.
Dia menjelaskan, pembentukan direktorat syariah ini sesuai saran dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga audit keuangan pemerintah itu menyarankan agar penyaluran dana dengan pola syariah dan konvensional dipisahkan.
"Menpan mengatakan ini tidak ada hal-hal yang mengganggu sehingga akhir bulan ini mereka sudah membuat surat balasan kepada Menkop untuk segera direktorat syariah itu dibentuk, kemudian diposisikan SDM-nya sehingga direktorat syariah ini bisa kita pisahkan dengan konvensional," kata Kemas dalam siaran pers, Selasa (14/2).
Menurut Kemas, pembiayaan dengan pola syariah akan mampu menekan tingkat kredit macet (non performing loan/NPL). Tahun 2016 NPL sudah turun menjadi 0,44 persen dari sebelumnya 0,47 persen.
"Syariah itu lebih bisa meminimalisir risiko, karena sistemnya bagi hasil, jika dibandingkan dengan pola konvensional simpan-pinjam," tutur Kemas.
Penyaluran dana bergulir dengan pola syariah hingga 31 Desember 2016 mencapai Rp 1,48 triliun atau 18,31 persen. Sedangkan tahun 2017 realisasi pinjaman syariah ditargetkan mencapi Rp 600 miliar dari total dana bergulir yang akan disalurkan sebesar Rp 1,5 triliun. Sisanya Rp 900 miliar untuk pinjaman konvensional.