EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini terus mendorong hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan fasilitas subsidi. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti, Ahad (2/4), mengatakan, agar tepat sasaran perlu dilakukan indentifikasi atau definisi MBR berdasarkan karakteristik tiap regional atau provinsi.
Seperti diketahui, batasan penghasilan bagi MBR yang dapat mengajukan kredit perumahan rakyat (KPR) dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2014 tentang FLPP dalam rangka perolehan rumah melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah sejahtera bagi MBR. Dalam peraturan tersebut, ia menjelaskan, batas gaji pokok MBR bagi yang ingin mengajukan KPR FLPP untuk rumah tapak adalah sebesar Rp 4 juta, sedangkan untuk rumah susun sebesar Rp 7 juta. Nilai tersebut berlaku sama secara nasional.
"Jadi nanti MBR ada regionalisasinya, bukan lagi 4 juta merata untuk seluruh Indonesia. Jadi per region disesuaikan, karena harga rumah juga beda setiap wilayah," ujarnya.
Ia mengatakan, rencana penyesuaian batasan penghasilan MBR ini telah mulai dibahas pemerintah. Sementara saat ini, ia melanjutkan, pemerintah baru membagi kategori MBR tersebut ke dalam sembilan wilayah atau regional. "Masih dalam kajian untuk kita sesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi per wilayah," katanya.
Menurut dia, perbedaan regional turut mempengaruhi harga konstruksi. Contohnya Papua, meski pendapatan masyarakat di sana cukup tinggi, harga rumah juga cukup tinggi.