EKBIS.CO, JAKARTA -- Minimnya produksi bawang putih lokal membuat Kementerian Pertanian merevisi regulasi baru yakni Permentan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura Pengganti Permentan Nomor 86 Tahun 2013 T=tentang RIPH. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono mengatakan, ada perubahan-perubahan yang sangat menarik pada peraturan baru tersebut. Salah satunya kebijakan importir harus menanam lima persen dari jumlah impor selama satu tahun.
"Langsung antara importir dan petani, kami tidak mau ikut-ikutan," ujar dia saat ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Hortikultura, Jumat (19/5).
Namun bukan berarti pemerintah lepas tangan. Ia tetap meminta surat keterangan bahwa importir telah memiliki luas tanam yang diketahui dinas terkait. Pihaknya akan menyiapkan tim pemantau untuk mengecek kebenaran laporan luas tanam tersebut. Sebagai konsekuensi dari kebijakan tersebut, pemerintah harus menyiapkan benih.
"Nah ini kita minta PT Pertani untuk berperan menjaga, menampung hasil dari benih semua tanaman," kata dia.
Impor komoditas hortikultura tersebut sejak 1998 telah dibebaskan. Pada 1998-1999, Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan bawang putih, hanya 60-70 persen. Namun begitu impor dibuka secara bebas, produksi bawang putih dalam negeri terus turun. Sampai saat ini impor bawang putih tidak diatur.
Guna memperbaiki data dan harga bawang putih, per 30 Juni pemerintah mewajibkan adanya rekomendasi impor dari Kementan. "Jadi di Kemendag akan ada SPI-P dan SPI-U," ujar dia. SPI merupakan Surat Persetujuan Impor yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan kepada importir untuk mendapatkan barang dari luar.