EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan rencana pengenaan premi tambahan untuk restrukturisasi agar tidak semakin memberatkan bank, karena dapat menghambat proses pemulihan kinerja perbankan setelah periode perlambatan pada 2016.
"Kalau memungut biaya untuk program restukturisasi perbankan ataupun yang lain, kami harap tidak terlalu memberatkan bank karena mereka sedang dalam taraf pemulihan," kata Agus usai peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) di Jakarta, Rabu (24/5).
Premi restrukturisasi perbankan (PRP) merupakan wewenang yang diberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai amanat Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Besaran premi tersebut masih dibahas oleh LPS dan Kementerian Keuangan dan nantinya akan dilegalisasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Sebelum PRP, LPS juga sudah memungut premi simpanan kepada perbankan setiap tahunnya.
Agus mengatakan jika memungkinkan, bentuk iuran tambahan seperti premi, lebih baik untuk ditahan terlebih dahulu, agar dapat membantu permodalan perbankan bertumbuh lebih sehat. Namun, untuk langkah-langkah pencegahan krisis seperti penyusunan rencana pemulihan (recovery plan) ataupun persiapan obligasi yang dapat dikonversi menjadi tambahan modal (convertible bonds), kata Agus, harus benar-benar disiapkan oleh perbankan.
Saat ini, kata Agus, kondisi industri perbankan dalam keadaan sehat. Hal itu terlihat dari indikator rasio kecukupan modal inti (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang rata-rata di atas 20 persen, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sekitar tiga persen (gross) dan rasio simpanan terhadap pinjaman (Loan to Deposit Ratio/LDR) perbankan yang terjaga.
Bank Sentral juga, kata Agus, telah memberikan sedikit relaksasi dengan mempertahankan nol persen untuk besaran tambahan permodalan bank dalam bentuk "Counter-cylical buffer/CCB". "CCB tetap nol persen, dapat memberikan dorongan bagi bank untuk ekspansi," ujar dia.
PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) mengharapkan jika PRP diterapkan, agar besarannya dapat ditekan serendah-rendahnya. "Sepertinya tidak ada dialog dengan indsutri, namun (besarannya) langsung ditetapkan oleh regulator," kata Direktur Keuangan BTN Iman Nugraha Soeko