EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono kembali bereaksi tentang tuduhan miring Resolusi Parlemen Uni Eropa mengenai sawit Indonesia. Uni Eropa menyebut minyak sawit tanah air penyebab deforestasi, kemudian terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam pengelolaan, hingga adanya pekerja anak di perkebunan.
"Bahkan, mereka meromendasikan agar industri berbahan baku minyak nabati di Eropa mengganti minyak sawit dengan minyak nabati lainnya. Kita semua tahu bahwa dasar terbitnya Resolusi Parlemen Uni Eropa tersebut tidak didasari oleh fakta objektif di lapangan, sangat tendensius, dan ancaman untuk memboikot produk minyak sawit untuk digantikan dengan minyak nabati lain adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan," katanya lewat keterangan tertulis, pada Kamis (1/6).
Joko menilai Resolusi Parlemen Uni Eropa tersebut sebagai psywar kepada Indonesia sebagai produsen minyak terbesar di dunia. Kemudian produsen minyak sawit lainnya seperti Malaysia, dimana berdasarkan data Oil World komoditas sawit sendiri menguasai 24 persen atau sebagai pemegang pangsa terbesar dalam pasar minyak nabati dunia. "Resolusi Parlemen Uni Eropa ini menjadi tamparan paling keras terhadap sektor kelapa sawit Indonesia pada 2017 ini," ujarnya.
Menurut Joko, hal tersebut membuktikan kampanye negatif akan sawit tidak hanya dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat. Tetapi juga melibatkan pemerintah dan parlemen dari negara-negara barat dengan berbagai isu berganti-ganti.
"Satu isu negatif bisa dipatahkan, isu negatif baru muncul. Demikian seterusnya. Selama minyak sawit menjadi nomor satu dalam pasar minyak nabati dunia, selama itu pula kampanye negatif sawit dari negara-negara produsen minyak nabati non sawit, akan terus ada," tuturnya.
Terkait Resolusi Parlemen Uni Eropa, GAPKI menyampaikan terima kasih dan mendukung penuh langkah pemerintah dan DPR yang melawan resolusi tersebut. Ia berharap sinergi antar lembaga bisa terjalin demi melawan semua bentuk kampanye hitam.