Sabtu 16 Sep 2017 17:48 WIB

KPPU Fokus Awasi Kemitraan Pengemudi dan Penyedia Aplikasi

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Ribuan pengemudi ojek pangkalan dan angkutan kota (angkot) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dishub Kota Sukabumi. Mereka meminta agar angkutan daring di Sukabumi ditutup.
Foto: Riga Nurul Iman/Republika
Ribuan pengemudi ojek pangkalan dan angkutan kota (angkot) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dishub Kota Sukabumi. Mereka meminta agar angkutan daring di Sukabumi ditutup.

EKBIS.CO,  JAKARTA — Direktur Merger Komisi Perngawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Aryanto akan fokus mengawasi hubungan kemitraan antara pengemudi dan pengelola aplikasi transportasi daring. Hal itu menindaklanjuti putusan Mahkaham Agung (MA) terhadap pembatalan 14 poin dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Transportasi Online.

“Kebetulan yang ditunjuk pengawas KPPU, kami akan fokus antara driver (pengemudi) dan pengelola aplikasi,” kata dia dalam diskusi Quo Vadis Transportasi Online Pascaputusan MA di Jakarta, Sabtu (16/9).

Taufik mengatakan KPPU mulai mendata dan mengumpulkan informasi bentuk kemitraan penyedia aplikasi transportasi daring dengan pengemudinya. Selama ini, KPPU hanya memilki data di bidang pertanian dan perkebunan.

Taufik menganggap hubungan kemitraan antara pengemudi dan penyedia aplikasi merupakan hal yang penting. Sebab, dalam bermitra dikenal istilah  saling menguntungkan atau win win solution. Ia menyebut pengemudi bukan karyawan aplikasi.

Taufik mengatakan putusan MA menyebut, pengemudi adalah badan usaha individu. Ia menyinggung dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM terdapat dua larangan besar. Salah satunya, usaha besar tak boleh menguasai usaha kecil yang menjadi mitranya, baik dalam bentuk kepemilikan saham maupun operasionalnya.

Selain itu, Taufik menyoroti ranah kewenangan pemerintah dalam mengawasi perusahaan aplikasi transportasi daring, apakah berada di bawah Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau Kementerian Ketenagakerjaan. 

Taufik mengatakan konsep dari mitra bisnis pengemudi dalam jaringan (online) harus jelas. "Kalau karyawan perusahaan ada aturan jelasnya, namun kalau pengemudi disebut mitra maka ini bentuk kerja samanya harus jelas, bagaimana bentuk ketundukan kedua pihak," kata Taufik dalam sebuah diskusi tentang transportasi online di Jakarta, Sabtu (16/9).

Ia menjelaskan, apabila konsepnya pengemudi adalah mitra, maka ini adalah kerja sama dengan banyak individu dan perusahaan pemilik aplikasi dianggap sebagai mitra terbesar. Dalam kasus hubungan antar mitra, mitra terkuat tidak boleh menguasai sepenuhnya. 

Dengan kata lain, mitra besar tidak dapat ‘memakan’ mitra kecil. Hal ini yang perlu dibuat aturan jelasnya. 

MA telah menganulir 14 poin dalam PM 26 Tahun 2017, artinya peraturan tersebut tidak lagi berlaku selama tiga bulan sejak putusan uji materi tersebut dikeluarkan, yakni 1 Agustus 2017. Dengan demikian, PM 26/2017 tidak lagi berlaku dan Kemenhub harus menyusun peraturan baru sebagai payung hukum pengoperasian taksi online. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement