EKBIS.CO, KUALA LUMPUR -- Sukuk hijau (green sukuk) dinilai bisa menjadi solusi pembiayaan proyek berbasis lingkungan. Apalagi, keuangan global pun menaruh ketertarikan terhadap instrumen semacam ini.
Komisi Pasar Modal Malaysia sudah memiliki panduan sukuk hijau sejak 2014 dalam "Sustainable Responsible Investment Sukuk Framework". Regulasi ini mensyaratkan sukuk yang diterbitkan digunakan untuk menjaga lingkungan, konservasi energi, teknologi terbarukan, dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Ketua Komisi Pasar Modal Malaysia Ranjit Ajit Singh meyakini ada kesempatan besar yang sedang muncul di tengah ketertarikan global terhadap sukuk hijau. Ini merupakan salah satu instrumen dan solusi atas kebutuhan masyarakat global terhadap pembiayaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
''Bagi Malaysia, instrumen semacam ini akan membantu mencapai tujuan komitmen melawan perubahan iklim dalam Kesepakatan Paris 2016,'' kata Singh seperti dikutip Gulf Times, Selasa (3/10).
Pada Juli 2017 lalu, Tadau Energy Malaysia sudah meluncurkan green sukuk pertama senilai 59,2 juta dolar AS bertenor 16 tahun. Tujuan sukuk ini adalah untuk membiayai program energi matahari.
Inisiatif serupa juga muncul di Kawasan Teluk di mana Dewan Bisnis Energi Bersih Mena, Inisiatif Obligasi Hijau, dan Asosiasi Sukuk dan Obligasi Teluk membentuk kelompok kerja sukuk hijau. Mereka mengembangkan sukuk hijau bagi institusi mana saja yang tertarik.
Sukuk untuk proyek lingkungan, energi terbarukan, dan perubahan iklim atau yang lebih dikenal sebagai sukuk hijau kini banyak dikenal sebagai instrumen investasi bertanggung jawab sosial. Sukuk jenis ini menarik perhatian pasar keuangan internasional karena dianggap pas untuk membiayai proyek infrastruktur berdampak lingkungan.
Total sukuk global saat ini mencapai 346,7 miliar dolar AS di mana pada triwulan pertama tahun ini terbit 22,2 miliar dolar AS. Angka 22,2 miliar ini turun jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 24,1 miliar dolar AS.
Pada tahun ini diperkirakan penerbitan sukuk global mencapai 60 miliar sampai 65 miliar dolar AS. Malaysia masih menjadi pemimpin pasar sukuk global, menguasai 38,5 persen, disusul Indonesia (24,7 persen), Qatar (9,9 persen), dan Uni Emirat Arab (9 persen).