EKBIS.CO, JAKARTA -- Pulau Bali sebagai mercusuar pariwisata di Indonesia telah diproyeksikan sebagai lokasi tujuan/wisata (destinasi) yang ramah lingkungan. Untuk itu, gas bumi dapat menjadi pilihan guna mendukung Bali menjadi pusat keunggulan (center of excellence) dalam energi bersih dan terbarukan.
Sekretaris Badan Litbang Kementerian ESDM Wawan Supriatna menjelaskan alasan dipilihnya Bali sebagai center of excellence (CoE) energi bersih. Ini karena Bali adalah daerah kunjungan dan menarik bagi wisatawan.
Selain itu, ukuran pulau dan lokasinya strategis. Infrastrukturnya sudah dibangun, ditambah lagi semangat dan kepemimpinan yang tinggi dari pemerintah dan masyarakatnya.
Pengerjaan ini berdasarkan Kepmen ESDM No 4421.K/20/MEM/2015 tentang Penetapan Provinsi Bali Sebagai Kawasan Nasional Energi Bersih, Kesepakatan Bersama antara Kementerian ESDM dan Pemerintah Provinsi Bali serta Nota Kesepahaman antara Balitbang ESDM dan Universitas Udayana.
Menyikapi pencanangan ini, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menawarkan pemanfaatan gas bumi (natural gas) sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan yang cocok dikembangkan di daerah Bali.
Direktur Bidang Infrastruktur dan Teknologi PGN Djoko Saputro mengatakan bahwa saat ini cadangan natural gas yang dikelola PGN mencapai 864 million standard cubic feet per day (mmscfd). Hal ini setara dengan 155.174 barel minyak/hari.
Jumlah cadangan natural gas ini amat cukup untuk memenuhi kebutuhan konversi bahan bakar bagi Bali ataupun daerah-daerah lainnya di Indonesia, katanya.
Djoko mengatakan bahwa kebutuhan energi Bali saat ini masih amat tergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Selain harganya mahal, BBM pun tergolong energi tak terbarukan dan cenderung memicu pencemaran lingkungan. Lebih ironis lagi, kebutuhan BBM di Indonesia masih dipasok sejumlah negara.
Selanjutnya, PGN akan membangun jaringan pipa gas alam yang akan disalurkan langsung ke rumah tangga dan juga pelaku usaha pariwisata di Bali. Nantinya floating storage terminal akan dirancang terapung di laut, seperti yang sudah dilakukan di Jakarta dan Lampung.
Energi yang Dinanti
Respons positif juga datang dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang menyambut baik rencana PGN mengembangkan energi bersih di Pulau Dewata melalui penyaluran natural gas itu.
Penggunaan natural gas atau gas bumi yang merupakan energi ramah lingkungan, tentunya sejalan dengan langkah Pemerintah Provinsi Bali yang menggulirkan program unggulan "Bali Green Province". Sebagai destinasi yang difavoritkan penduduk dunia, tak berlebihan jika Bali diharapkan menjadi objek wisata yang ramah bagi warga yang mendiami maupun untuk wisatawan yang berkunjung. Selain itu, Bali juga diinginkan menjadi pulau yang ramah untuk alam lingkungan.
Melalui penggunaan gas bumi, dapat membuat lingkungan lebih bersih dan menyehatkan warganya karena menurunnya emisi CO2 sehingga angka pencemaran menjadi jauh berkurang. Oksigen pun menjadi lebih bersih untuk dihirup.
Gubernur Pastika menyatakan bahwa program unggulan 'Green Province' dilaksanakan melalui tiga strategi dasar. Pertama, srategi 'green culture', yakni suatu gerakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh komponen masyarakat melalui pendidikan formal, informal, maupun nonformal untuk perlindungan, pengelolaan, dan berbudaya lingkungan.
Kedua, 'green economy', yaitu suatu gerakan untuk mendorong para pelaku usaha untuk melakukan upaya-upaya nyata dalam pengendalian pencemaran oleh sampah dan limbah serta melakukan efesiensi energi, air, dan sumber daya lainnya.
Ketiga, 'clean and green' yang merupakan suatu upaya bersama untuk menciptakan daerah Bali yang bersih sehingga mampu mengadaptasi dan memitigasi perubahan iklim.
Tidak hanya pejabat, rencana masuknya gas bumi di Pulau Bali juga disambut antusias warga setempat. Salah satunya adalah Sutiah (55), warga yang tinggal di wilayah Banjar Nangka Kelod, Kesiman, Denpasar.
Sutiah sehari-hari berjualan aneka gorengan, seperti rempeyek kacang dan kedelai, tempe tepung, serta keripik singkong. Selama puluhan tahun menjalani kehidupan sebagai penjual gorengan, Sutiah mengandalkan gas LPG 3 kg untuk menopang kegiatannya.
Perempuan asal Tulungagung, Jawa Timur, itu mengaku setiap hari menggoreng sampai 7 kg tepung untuk dibuat berbagai macam gorengan. Proses menggoreng butuh waktu 2 jam sehingga praktis setiap hari dia menghabiskan satu tabung LPG 3 kg itu.
Harga tabung LPG 3 kg sebesar Rp18 ribu. Dalam sebulan, Sutiah membutuhkan setidaknya 30 tabung LPG. Dengan demikian, total menghabiskan dana Rp540 ribu. Dana ini tergolong memberatkan sehingga kadang-kadang dia mencoba menghemat pengeluaran pembelian LPG dengan cara menggoreng menggunakan kayu bakar. Akibatnya, alat-alat masak pun menghitam dan hasil gorengan menjadi cepat hangus.
Sutiah mengaku pernah membaca surat kabar bahwa di Bali mau ada jaringan gas bumi PGN. Dia pun ingin mencoba berlangganan nanti. Apalagi, keluarga yang tinggal di Surabaya juga sudah menggunakan gas bumi PGN untuk menjalankan usaha kuliner yang akhirnya bisa menghemat biaya produksi. Selain itu, juga tidak takut kalau di tengah-tengah memasak, tahu-tahu gas habis.
Jika nanti sudah berlangganan gas bumi, Sutiah berharap dapat memperbanyak variasi jualan. Selama ini, dirinya hanya fokus membuat gorengan yang dijual mulai dari harga Rp 5.000,00 sampai dengan Rp 8.000,00 dengan sistem titip jual di berbagai supermarket, kawasan Denpasar dan sekitarnya.