Selasa 14 Nov 2017 17:17 WIB

Petani Tebu Keberatan Bulog Jual Gula Curah di Pasar Lokal

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Gula (Ilustrasi)
Foto: ANTARA
Gula (Ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyatakan keberatan atas peraturan pemerintah yang membuat Bulog bisa menjual gula curah di pasar tradisional. Hal itu dinilai menyengsarakan petani.

Keberatan itu disampaikan dalam diskusi terbatas terkait Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 885/M-DAG/SD/8/2017 perihal pembelian dan penjualan gula oleh perum bulog. Pertemuan ini berlangsung kantor Kementerian Sekretariat Negara, Kompleks Istana Negara, bersama perwakilan dari Sekretariat Wakil Presiden bidang ketahanan pangan dan sumber daya hayati.

Sekjen APTRI Nur Khabsyin mengatakan, dalam pertemuan ini APTRI menyampaikan keberatannya atas Permendag 885/2017. Kebijakan ini dianggap akan menyengsarakan petani tebu karena nantinya hanya bulog yang diperbolehkan menjual gula curah atau karungan ke pasar tradisional. Bulog juga bisa membeli gula dari petani dengan harga yang dipatok Rp 9.700 per kilogram (kg).

Dengan adanya surat ini petani dan pedagang tidak boleh menjual gula curah ke pasar. Pedagang dinilai akan takut membeli gula petani secara langsung, sehingga gula petani tidak laku.

"Petani dan pedagang tidak nyaman, tidak merdeka, tidak bebas dalam melakukan jual beli gula seperti yang selama ini berjalan bertahun-tahun. Petani menyiasati dengan menjual gula dalam kuantum yang kecil-kecilan kepada pedagang kecil," kata Nur Khabsyin usai melakukan pertemuan, Selasa (14/11).

Khabsyin menjelaskan, keluarnya Permendag juga menciderai undang-undang yang berlaku mengenai larangan praktik monopoli atau persiangan usaha tidak sehat yang tertera pada UU Nomor 5 tahun 1999 padal 17. Aturan ini menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pelaku usaha juga patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa ketika barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya, atau mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama.

Dengan segala pelanggaran dan kemungkinan akan adanya monopoli pasar atas produk gula, APTRI menilai bahwa kebijakan Mendag tidak adil karena pedagang dipaksa membeli gula Bulog ex-impor dengan harga 11.000 per kg, sementara Bulog hanya membeli gula petani Rp 9.700 per kg.

"Kami menuntut surat Mendag Nomor 885/M-DAG/SD/8/2017 dicabut. Karena kalau kebijakan ini diteruskan maka petani enggan menanam tebu sehingga menyebabkan penurunan produksi gula," ujar Khabsyin.

APTRI juga mempersoalkan mengenai rendemen tebu yang rendah akibat mesin pabrik gula yang sudah tua. Hal ini mengakibarkan impor gula konsumsi tidak terkendali, terlalu banyak termasuk juga rembesan gula rafinasi di pasar. Kelebihan impor gula konsumsi sebanyak 1,2 juta ton, sedangkan rembesan gula rafinasi sebesar 900 ribu ton.

Menurutu Khabsyin, perwakilan sekretariat wakil presiden merespons dengan baik keluhan dari APTRI. Keinginan perbaikan taraf hidup pertani tebu dan tuntutan APTRI akan dilaporkan kepada wakil presiden untuk segera ditindaklanjuti.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement