EKBIS.CO, JAKARTA - Sebanyak 16 peserta warga asing dan WNI akan mengikuti Oil Palm Course 2017 yang diselenggarakan pada 20 November hingga 9 Desember. Acara yang digagas oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI ini bertujuan untuk mensosialisasikan sawit lestari kepada warga asing.
Para peserta terdiri dari delapan orang warga negara Jerman, satu orang warga negara Italia, satu orang warga negara Kolombia, satu orang warga negara Malaysia yang mewakili LSM Inggris, serta lima WNI. Peserta memiliki berbagai macam latar belakang yaitu konsultan, peneliti, aktivis lingkungan, akademisi, dan diplomat.
Acara ini merupakan kerja sama Kemlu dengan tim Collaborative Research Center 990 (CRC990), yang terdiri dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Jambi, Universitas Tadulako, dan Goettingen University Jerman. Oil Palm Course 2017 akan dilaksanakan selama tiga pekan di Bogor dan Jambi.
"Oil Palm Course adalah salah satu inisiatif penting dalam proses diseminasi sawit lestari," ujar Wakil Menteri Luar Negeri RI, A.M Fachir, dalam pembukaan Oil Palm Course, di Jakarta, Senin (20/11).
Manurutnya, salah satu inisiatif penting yang dilakukan melalui pembentukan CRC990 adalah konsorsium penelitian Indonesia-Jerman yang telah dilakukan sejak 2012. Penelitian tersebut difokuskan pada tiga aspek terkait kelapa sawit yaitu lingkungan, biodiversiti, dan sosial ekonomi.
Dalam pelatihan tersebut, di minggu pertama peserta akan diberikan pembelajaran di dalam kelas di IPB. Pembelajaran yang diberikan terkait dengan kebijakan, temuan dan fakta, struktur organisasi perusahaan kelapa sawit pada umumnya, serta penelitian dan pengembangan terkait kelapa sawit.
Sementara dua minggu berikutnya mereka akan melakukan field visit di Jambi dan home stay di rumah para petani sawit. Para petani itu merupakan anggota koperasi yang telah bersertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Para peserta juga diberi kesempatan untuk mempelajari berbagai seni budaya setempat, seperti kebudayaan Melayu Tua dan aspek antropologis suku Anak Dalam. Dengan demikian, para peserta diharapkan akan memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai industri sawit dari perspektif smallholders yang tentunya tidak terlepas dari aspek budaya lokal.
Sejauh ini, di beberapa negara Eropa yang merupakan salah satu pasar utama sawit Indonesia, sering tersebar informasi yang tidak akurat. Isu-isu itu misalnya isu sawit dan deforestasi, sawit dan isu karbon serta air, dan sawit sebagai faktor hilangnya keragaman hayati.
Isu itu cenderung diterima oleh khalayak dengan pemahaman yang salah. Dengan demikian pemahaman tersebut akan merugikan industri sawit Indonesia dalam jangka panjang.
Indonesia memandang serius kampanye negatif karena telah menjadi ancaman yang merugikan industri sawit. Saat ini, Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia.
Pada 2016, Indonesia menghasilkan lebih dari 35 juta ton minyak sawit, dan 25 juta ton diantaranya di ekspor ke seluruh dunia. Nilai ekspor minyak sawit Indonesia mencapai lebih dari 17 miliar dolar AS atau sekitar 12,32 persen dari total ekspor seluruh komoditi.