EKBIS.CO, JAKARTA -- Sepanjang 2017, Pemerintah telah menyederhakan berbagai perizinan di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meliputi minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), ketenagalistrikan serta energi, baru, terbarukan dan konservasi energi (EBTKE).
Untuk kali pertama, Kementerian ESDM hanya memiliki 15 perizinan dengan rincian enam izin migas, enam izin minerba, dan tiga izin EBTKE. Sementara untuk subsektor ketenagalistrikan, Kementerian ESDM hanya mengeluarkan tiga sertifikasi dan dua rekomendasi. Semua perizinan tersebut makin dipermudah melalui penerapan sistem daring (online)
Sebelumnya, 63 perizinan yang ditangani oleh Kementerian ESDM telah dilimpahkan kepada Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM). Pengalihan perizinan tersebut mencakup layanan 3 jam perizinan ESDM (ESDM3J), yakni Izin Usaha Sementara yang di dalamnya terdapat Penyediaan Tenaga Listrik, Penyimpanan Minyak Bumi, Penyimpanan Hasil Olahan/CNG, penyimpanan elpiji, pengolahan minyak bumi, pengolahan gas bumi, niaga umum minyak bumi/BBM, dan niaga umum hasil olahan.
Di subsektor migas, Menteri Jonan telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 29/2017 tentang Perizinan Pada Usaha Minyak dan Gas Bumi. Permen ini diharapkan menata perizinan migas menjadi lebih sederhana, transparan, efektif, efisien dan akuntabel.
"Dalam Permen ESDM tersebut, Kementerian ESDM hanya tinggal mengurusi enam perizinan dan empat nonperizinan. Dua di hulu migas, yaitu Izin Survei dan Izin Pemanfaatan Data Migas serta empat di hilir migas, yaitu Usaha Pengolahan Migas; Izin Usaha Penyimpanan Migas; Izin Usaha Pengangkutan Migas; dan Izin Usaha Niaga Migas," ujar Jonan melalui keterangan tertulisnya, Senin (25/12).
Agar aktivitas industri hulu migas lebih produktif, Kementerian ESDM juga bersinergi dengan SKK Migas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dan Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW) mengembangkan sistem integrasi informasi terkait pemberian fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk kegiatan usaha hulu migas. Impor barang untuk kegiatan operasi hulu migas telah dipangkas dari semula 42 hari menjadi 24 hari.
"Yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah menerapkan pengurusan perizinan migas secara online. Adanya sistem ini mampu mempercepat proses pengurusan izin yang semula 40 hari menjadi 10 hingga 15 hari. Bahkan dengan sistem online, jangka waktu pengurusan izin bisa rampung menjadi sekitar 5 hari," ujar Jonan.
Sementara, penyederhaan izin pada subsektor minerba tertuang dalam Permen ESDM Nomor 34/2017 yang mengatur 6 jenis perizinan yakni IUP Eksplorasi; IUPK Eksplorasi; IUP Operasi Produksi; IUPK Operasi Produksi; IUPK Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian; dan IUJP. Deregulasi ini salah satunya menghapus IUP Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan penjualan yang selanjutnya digantikan dengan tanda registrasi, yang proses permohonannya diajukan secara online dan penerbitannya diumumkan melalui website Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) dalam dua hari kerja sejak permohonan diajukan.
Selain itu, permohonan IUP OP khusus Pengolahan dan Pemurnian tidak memerlukan lagi Izin Prinsip dan sebagian persyaratan administratif, teknis dan finansial dihapuskan. Ditambah lagi, penyederhanaan tahapan kegiatan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi dua tahap saja (Eksplorasi dan Operasi Produksi). "Kelebihan lainnya adalah Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang sebelumnya wajib dimiliki pelaku usaha jasa pertambangan non inti, juga dihapus dan digantikan dengan Tanda Registrasi usaha jasa non-inti yang proses pengajuannya disampaikan secara online dan akan selesai dalam lima hari kerja," ujar Jonan.
Kementerian ESDM juga telah meluncurkan dua aplikasi daring, yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) elektronik atau e-PNBP dan pemantauan produksi. Aplikasi tersebut akan mempercepat proses izin-izin paling lama dua minggu atau 14 hari kerja dengan catatan seluruh persyaratan lengkap.
Penataan perizinan di sektor minerba telah mendorong pengembangan pengusahaan, menjamin kepastian hukum, dan kepastian berusaha, transparansi melalui sistem online serta meningkatkan efektifitas pemberian perizinan di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara. Namun demikian, terhadap Permen ESDM Nomor 34/2017 sedang dilakukan perubahan untuk mengakomodasi masukan dan tanggapan dari stakeholders, dimana perizinan yang cepat dan transparan harus disertai dengan pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat lagi.
Hal ini dilakukan dengan memberikan syarat tambahan untuk IUP OPK pengangkutan dan penjualan, penambahan hak pemegang IUP/IUPK perbaikan hal-hal yang terkait IUJP, penggalian mineral aluvial, serta penambahan perizinan lain masuk terintegrasi dalam RKAB. Untuk sektor ketenagalistrikan, penyederhanaan perizinan telah tercantum pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 12/2016, yang dilatarbelakangi upaya peningkatan pelayanan penyambungan tenaga listrik kepada konsumen tegangan rendah dan badan usaha berbadan hukum Indonesia yang melaksananakan pekerjaan pembangunan dan pemasangan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah.
Hingga saat ini, Kementerian ESDM hanya mengawasi pelaksanaan tiga sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Independen Terakreditasi (sertifikasi instalasi tenaga listrik; sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan; dan sertifikasi badan usaha jasa penunjang tenaga listrik) serta pemberian 2 rekomendasi teknis (Rencana Impor Barang untuk rekomendasi kepada Kemenkeu, dan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) kepada Kemenaker).
Pada subsektor EBTKE, setelah sebagian besar perizinan telah dilimpahkan ke BKPM, kini hanya tiga perizinan dan tujuh jenis nonperizinan yang masih ditangani Ditjen EBTKE meliputi:
Perizinan:
1. Izin Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi untuk Piranti Pengkondisi Udara (AC);
2. Izin Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi pada Lampu Swaballast; dan
3. Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Nonperizinan:
1. Penerbitan sertifikat kelayakan penggunaan peralatan panas bumi;
2. Penerbitan sertifikat kelayakan penggunaan instalasi panas bumi;
3. Rekomendasi rencana penggunaan tenaga kerja asing;
4. Rekomendasi izin menggunakan tenaga kerja asing;
5. Rekomendasi rencana impor barang panas bumi;
6. SKT Jasa penunjang konservasi energi (ESCO); serta
7. Rekomendasi ekspor dan impor Bahan Bakar Nabati (BBN).
Capaian proses perizinan di sektor ESDM dinilai mampu mendongkrak minat para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan, kepercayaan para investor ini mendapat apresiasi dari Bank Dunia dengan menempatkan Indonesia ke peringkat 72 di tahun 2018 dalam Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di Indonesia.