EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Pertanian Bayu Krisnamukthi menilai perlu adanya resolusi antara informasi panen, produksi, dan harga pangan. Hal ini untuk mengantisipasi kurangnya pasokan dan naiknya harga pangan ke depannya, terutama harga beras yang saat ini terjadi.
Sejak awal tahun 2018, harga beras terus mengalami peningkatan hingga mencapai lebih dari Rp 11 ribu per kilogram secara rata- rata nasional untuk beras medium. "Harus ada resolusi dulu antara info dan data luas panen, produksi, dan harga. Harus rinci di setiap lokasi wilayah produksi dan pasar," ujar Bayu kepada Republika.co.id, Rabu (10/1).
Saat ini hanya ada beberapa data yang menurutnya bisa diandalkan. Pertama, data angka stok Bulog. Kedua, data harga Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perdagangan yang juga diacu oleh Bank Indonesia. Angka Ramalan (ARAM) Produksi Padi dan Palawija BPS sebenarnya juga selalu bisa diandalkan, kata Bayu, tetapi saat ini tidak dikeluarkan lagi.
"Dalam resolusi data ini, harus diingat pula bahwa sebagian besar konsumen sudah sangat paham jenis dan kualitas beras berikut kemasan dan labelnya. Jadi tidak serta merta produksi yang banyak itu memenuhi kebutuhan konsumen," ujar Wakil Menteri Perdagangan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini.
Menurutnya peningkatan produksi yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan konsumen sesuai jenis dan kualitas beras adalah solusi yang terbaik. Namun karena peningkatan produksi butuh waktu dan konsistensi, impor adalah salah satu alternatif solusi yang bisa diambil. Apalagi hal yang paling urgensi saat ini adalah mengatasi kenaikan harga beras karena stok yang tidak tercukupi.
Untuk impor beras, dibutuhkan waktu sekitar sebulan, sedangkan panen raya besar sudah dimulai pada Maret. Dengan demikian, lanjut Bayu, Pemerintah hanya perlu mengimpor untuk stok beras selama sebulan.
Kebutuhan beras Indonesia sekitar 2,1 juta ton sebulan. Namun menurutnya pemerintah hanya perlu mengimpor lebih kecil dari itu. "Pola panen sekarang lebih merata, panen agak besar mungkin Maret. Jadi (impor) tidak perlu sebanyak itu. Lebih kecil dari itu. Kemendag dan Bulog tentu punya perhitungan yang lebih tepat," katanya.