EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan bahwa pihaknya akan mengkaji Peraturan Menteri Pertanian yang mewajibkan para importir untuk menanam bawang putih sebanyak lima persen dari total kuota impor.
"Kami nanti cek ke Kementan. Karena kalau memang memberatkan para pengusaha yang mau impor dan akhirnya mereka tidak mau impor, nanti malah tidak ada barang," kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (12/2).
Pasalnya untuk komoditas bawang putih, menurut Setyo, murni mekanisme pasar yang berjalan. "Karena produksi dalam negeri tidak mencukupi. Harus impor. Kalau supply-nya banyak, harga akan terkendali. Kalau supply-nya kurang, permintaan tetap banyak, pasti harga tidak akan terkendali," kata Kadivhumas Polri ini.
Sementara dalam distribusi bawang putih saat ini, menurut dia, masih wajar dan belum terlihat ada aksi penimbunan yang dilakukan oknum pedagang. "Distribusi sampai sekarang masih wajar. Belum terlihat ada penyimpangan. Saya kira pedagang juga mengetahui bahwa menimbun itu tindak pidana," katanya.
Sebelumnya Menteri Pertanian Amran Sulaiman sangat yakin target swasembada bawang putih bisa tercapai pada 2019. "Bawang putih sebelumnya diproyeksikan untuk swasembada tahun 2033, namun dipercepat ke tahun 2019. Artinya ada percepatan 14 tahun," kata Mentan Amran dalam sambutan tertulis yang disampaikan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Prihasto Setyanto.
Amran yakin akan target swasembada bawang putih 2019 setelah akhir tahun lalu pihaknya merasa berhasil mewujudkan swasembada beberapa komoditas pangan yakni padi, jagung, bawang merah, cabai.
Sementara pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menyebut, target Kementerian Pertanian yang menetapkan swasembada bawang putih pada 2019 tidak rasional. Hal ini mengingat terbatasnya lahan dan minat petani untuk menanam bawang putih belum dapat diatasi hingga saat ini.
"Ini sangat tidak rasional, apalagi (targetnya) 2019. Sekarang 94 persen konsumsi bawang putih kita dari impor," ujar Dwi Andreas.
Pernyataan Dwi didasari oleh sejumlah data produksi bawang putih dalam negeri. Dalam tiga tahun terakhir, menurut dia, angka impor bawang putih ke nusantara tidak pernah kurang dari 400 ribu ton. Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017 angka impor komoditas ini mencapai 556,06 ribu ton.
Sementara berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), konsumsi bawang putih secara nasional per kapita per tahun pada 2017 mencapai 1,63 kilogram. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa, dibutuhkan minimal 407,5 ribu ton bawang putih guna memenuhi kebutuhan tersebut.
"Itu pun baru untuk konsumsi rumah tangga, belum termasuk kebutuhan untuk industri komersial. Kebutuhan akan bawang putih ini pun dari tahun 2013 - 2017 diketahui terus bertumbuh rata-rata mencapai 8,78 persen per tahun," kata Dwi.
Besarnya impor dari waktu ke waktu menandakan memang saat ini produksi bawang putih nasional belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. "Per 2016, produksi bawang putih hanya berada di angka 21,15 ribu ton. Hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tercatat 20,30 ribu ton. Alias hanya bertumbuh 4,19 persen per tahun, tidak sampai setengah dari pertumbuhan konsumsi," katanya.
Menurut dia, produksi bawang putih yang stagnan disebabkan karena terbatasnya jumlah lahan panen yang ada. Bahkan, ia mencatat, lahan panen bawang putih pada 2016 menurun dibandingkan tahun 2015, dari 2.563 hektare menjadi hanya 2.407 hektare.
Dwi pun menilai kebijakan pemerintah yang mewajibkan importir menanam lima persen dari total kuota bawang putih yang mereka impor, tidak masuk akal. Ia meyakini kebijakan ini tidak akan berjalan dengan baik.
"Importir itu ya spesialisasinya mengimpor bawang putih, bukan menanam. Yang menanam bawang putih itu petani. Pemerintah mau menanam? Dirjen Hortikultura? Ya nggak mungkinlah," katanya.