Sorgum atau "Canthel" merupakan jenis pangan secara turun temurun telah dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masuknya air dari waduk Kedung Ombo menyebabkan air tersedia sepanjang waktu dan terjadi perubahan pola tanam dan sorgum sedikit tergeser oleh padi.
Ketersediaan padi memang menggoda masyarakat untuk mengonsumsi nasi. Seorang sesepuh di Desa Raji, Demak, menyebutkan, warga sebenarnya sudah merasakan apabila mengonsumsi sorgum lebih sehat dibandingkan mengonsumsi beras. Sinyalemen warga senior tersebut diamini oleh Purwanto, anak muda yang juga menjadi Ketua Kelompok Tani Desa Raji.
“Selama ini, saya selalu sarapan dengan nasi sorgum dan efeknya tidak gampang lapar dan perut tidak ‘sebah’,” ujar Purwanto.
Menurut Kepala Desa Raji, Ariful, penurunan konsumsi sorgum belakangan ini disebabkan lantaran penyiapan sorgum menjadi berasan perlu waktu lebih lama. Selain itu, upaya penyosohan pun memerlukan tenaga yang lebih.
Masalah inilah yang serta-merta direspons oleh Balitbangtan Kementerian Pertanian. Melalui kegiatan yang ada di Balai Besar Pascapanen, saat ini telah dibangun sebuah Unit Pengolahan Sorgum di desa tersebut.
“Lengkap dengan alat penyosoh dan penepungnya,” kata Kepala Balai Besar Litbang Pascapanen, Prof. Dr. Risfaheri.
Risfaheri menyebutkan, bantuan teknologi di atas diharapkan dapat juga menjadi embrio pengembangan kawasan diversifikasi pangan di Demak. Apalagi, potensi pangan lokal di Demak juga nampak dari produksi pisang kepok yang sangat banyak.
Terhadap potensi pisang di Demak, Ketua Dewan Perwakilan Desa meminta agar BB Pascapanen juga membantu teknologi pengolahan untuk pisang. Menanggapi permintaan tersebut, peneliti muda di BB Pascapanen, Ira Mulyawanti, telah menginisiasi pengembangan teknologi pengolahan sawut pisang instan dan siap dikenalkan di Demak pada awal April 2018 yang akan datang. (SJM/BB Pascapanen/Balitbangtan)