EKBIS.CO, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut nilai tukar rupiah yang cenderung mengalami pelemahan menjadi salah satu faktor pemicu investor asing di pasar modal melakukan penyesuaian investasinya dengan melepas sebagian aset sahamnya.
"Selama tiga tahun ini rupiah bertahan di angka Rp 13 ribu-Rp 13.500 per dolar AS, kemudian mereka melakukan rebalancing seiring perubahan nilai tukar. Pada saat rebalancing itulah investor melakukan kalkulasi lagi kebijakan investasinya," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat di Jakarta, Selasa (24/4).
Berdasarkan data BEI, sejak awal tahun hingga 24 April 2018, investor asing tercatat membukukan jual bersih (foreign net sell) sebesar Rp 29,692 miliar. Menurut dia, salah satu faktor yang menahan pergerakan rupiah untuk terapresiasi adalah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuannya. Situasi itu membuat mayoritas mata uang dunia mengalami tekanan.
"Namun, Bank Indonesia tentunya tidak akan tinggal diam. BI akan melakukan operasi pasar dan membuat 'balance' dari sisi rupiah," katanya.
Meski investor asing melakukan aksi jual, ia optimistis investor lokal dapat mengimbanginya sehingga kinerja pasar modal Indonesia tetap mencatatkan pertumbuhan pada tahun ini. Sejumlah faktor juga dinilai masih mendukung kinerja pasar modal, salah satunya laporan keuangan emiten yang tumbuh.
"Emiten kita mempunyai performa yang cukup bagus, dari 500-an emiten sekitar 70 persennya mempunyai performa yang baik," katanya. Di tengah situasi itu, kata dia, investor asing tentu juga masih akan bertahan untuk menempatkan dana investasinya pada saham-saham di Bursa Efek Indonesia yang memiliki kinerja positif.
Sementara itu, Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere mengatakan, sebagian pelaku pasar khawatir depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi, terutama bagi perusahaan berbahan baku impor. "Depresiasi rupiah dipicu oleh kekhawatiran prospek kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih agresif pada tahun 2018," katanya.