EKBIS.CO, SINGAPURA -- PT Adaro Energy Tbk akan terus mendorong produksi coking coal. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri baja dunia yang bakal meningkat di masa mendatang.
Coking coal adalah batubara yang diolah menjadi bahan baku untuk memproduksi baja. Saat ini kebutuhan coking coal dalam negeri masih sangat menggantungkan impor dari Australia.
Menurut Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir, perusahaan Indonesia yang serius menggarap produksi coking coal sampai saat ini belum ada. Adaro ingin menjadi pionir dalam industri tersebut.
Saat ini, menurut pengusaha yang akrab disapa Boy Thohir itu, produksi coking coal dari tambang di Kalimantan Tengah baru 1 juta ton per tahun. Dia menambahkan bahwa coking coal yang dihasilkan dari tambang Kalimantan Tengah, saat ini menjadi salah satu produk dengan kualitas terbaik di dunia.
Selain mengandalkan tambang di Kalimantan Tengah yang diambil alih dari BHP, Adaro juga ingin menggenjot produksi coking coal dengan membeli tambang di Australia yang di-take over dari Rio Tinto. ‘’Cita-cita saya bisa sampai ke 8 juta ton atau 9 juta ton atau 10 juta ton," tutur tutur Boy dalam kunjungannya ke Coaltrade Service International Pte Ltd, anak usaha Adaro di Singapura, Sabtu (28/4).
Selain dari sisi produksi, target untuk menjadi pemain utama dunia ini juga ditempuh Adaro dengan menguatkan pemasaran dengan mengembangkan trading arm di Singapura. Fungsi trading arm itu dijalankan oleh anak perusahaan Adaro di Singapura, Coaltrade Service International Pte Ltd (CSI).
Keberadaan CSI di Singapura ini akan menguatkan perdagangan hasil produksi Adaro ke pasar dunia. ‘’ Coaltrade ini merupakan anak perusahaan dari Adaro Tbk yang fungsinya merupakan, pertama sebagai trading arm dari group Adaro, kedua sebagai marketing agent dari produk-produk Adaro,’ kata Boy. Hal ini juga sekaligus menjawab tudingan isu adanya transfer pricing.
Boy mengaskan bahwa, dari awal Coaltrade dibentuk sebagai agen pemasaran. ‘’Jelas kantornya ada, transparan, pegawainya juga ada. Ini sangat penting, posisinya strategis, kita harus kompetisi dengan trading company di dunia,” kata dia menambahkan.
Singapura dipilih menjadi lokasi keberadaan Coaltrading ini, karena menurut Boy, pusat trading di Asia Tenggara saat ini berada di negara tersebut. Semua perwakilan buyers dari seluruh dunia, ujar Boy, juga berada di Singapura. Untuk mengembangkan pasar dunia, pihaknya mengaku harus kontak langsung dengan para perwakilan buyers.
General Manager International Marketing and Trade CSI, Neil Little, mengungkapkan bahwa saat ini pembeli utama cooking coal di dunia adalah Jepang dan India. “Tapi end user-nya adalah Eropa,” kata dia mengungkapkan. Neil mengaku yakin, target Adaro untuk menjadi penghasil utama komoditas tersebut di tingkat dunia, akan tercapai paling tidak dalam 10 tahun mendatang.