EKBIS.CO, KUALA LUMPUR -- Malasyia memasuki babak baru setelah kemenangan kelompok oposisi yang digawangi oleh Mahathir Muhammad. Sejumlah kebijakan akan dievaluasi, termasuk proyek-proyek yang bekerja sama dengan Cina, salah satunya adalah proyek East Coast Rail Link (ECRL).
Seperti dilansir dari CNBC, Jumat (11/5), Mahathir menganggap proyek ECRL boros. Proyek kereta api sepanjang 688 kilometer itu menghabiskan dana sebesar 13 miliar dolar AS. Untuk itu, Mahathir menegaskan akan meninjau ulang kebutuhan proyek yang bekerja sama dengan Cina tersebut.
Pada bulan lalu, Mahathir mengatakan bisa saja menghentikan proyek tersebut jika ada hal yang tidak penting dalam perkembangan pembangunannya.
Ekonom Asia Tenggara di Nomura, Brian Tan, menilai tidak mengagetkan jika Mahathir akan meninjau ulang proyek ECRL. “Ini tidak akan mengejutkan jika ini adalah proyek pertama yang akan mereka ulas,” tutur Brian.
Baca Juga: Mengapa Mahathir Berjaya, Najib Tumbang?
Brian juga memprediksi akan ada ketidakpastian yang lebih besar terhadap proyek-proyek infrastruktur Cina setelah kubu oposisi Mahathir memenangkan pemilu. Brian menilai kubu oposisi lebih memilih untuk berhati-hati dan akan mengkaji ulang investasi Cina dibandingkan untuk membatalkannya secara langsung.
Fidelity International bahkan menuliskan catatan, pemerintahan baru Malaysia kemungkinan akan kembali meninjau proyek-proyek infrastruktur berskala besar.
"Mahathir pernah mengatakan akan membuang proyek besar yang tidak perlu karena ia tidak setuju dengan utang besar yang diambil untuk mendanai proyek-proyek ini," ungkap Fidelity International.
Mahathir menganggap ada masalah dengan proyek perumahan pribadi yang sangat besar dari sebuah perusahaan Cina di negara bagian Johor, di Singapura. Menurut Mahathir, kebanyakan masyarakat Malaysia tidak mampu membeli apartemen di lokasi tersebut.
Saat ini di Malaysia, sejumlah proyek pelabuhan dan kereta api telah dijadwalkan segera dibangun. Malaysia akan menerima sekitar 101 miliar dolar AS dari investasi Cina selama dua dekade berikutnya.
Zona Perdagangan Bebas Digital yang dipimpin Alibaba juga dianggap sebagai bagian dari Belt and Road Initiative (BRI). Zona itu didirikan di Kuala Lumpur awal tahun ini dalam upaya untuk meningkatkan perdagangan antara Cina dan wilayah Asia Tenggara.