Kamis 24 May 2018 15:39 WIB

Rupiah Melemah, Istana Bandingkan dengan Turki

Persentase pelemahan rupiah telah mencapai 3,7 persen.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Rupiah pada Kamis (24/5) masih tertekan dan sempat menyentuh angka Rp 14.200 per dolar Amerika Serikat (SD). Pemerintah menganggap, pelemahan ini sebenarnya masih terbilang baik jika dibanding negara lain.

"Ini karena mitigasi pemerintah dibandingkan negar lain itu jauh lebih berjalan sehingga kita tidak perlu pakai 'sabuk pengaman'. Ini karena instrumen yang kita miliki bekerja seperti biasa," kata staf khusus presiden bidang ekonomi Ahmah Erani dalam sebuah diskusi, Kamis (24/5).

Erani mengatakan, presentase pelemahan mata uang rupiah saat ini telah mencapai 3,7 persen. Angka ini bisa disebut masih kecil dibandingkan Argentina yang telah mencapai 23 persen.

Dengan pelemahan yang sangat besar Argentina bahkan harus memakai 'sabuk pengaman' untuk menjaga perekonomian negaranya. Selain Argentina, Turki juga mengalami pelemahan mata uang nyaris 10 persen.

Dia pun mencontohkan India yang memiliki pertumbuhan perekonomian lebih baik dari Indonesia justru mengalami pelemahan mata uang Ruppe sekitar 5,8 persen.

Angka ini dua persen lebih besar dibandingkan presentase pelemahan mata uang rupiah. Indonesia sebenarnya kalah dalam hal pertumbuhan ekonomi.

Erani mejelaskan, pelemahan mata uang atas kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat sudah pasti akan berdampak pada banyak negara termasuk Indonesia. Sebab sejak 1980 tidak ada negara yang tidak terkoneksi satu dengan yang lain.

Sehingga ketika satu negara seperti Amerika melakukan langkah tertentu dalam perekonomiannya, maka hal tersebut akan berdampak. Namun, dampak yang dirasakan tergantung dari karakteristik negara masing-masing.

Baca juga,  Rupiah yang Tersandera.

Di sisi lain, semua pihak khususnya para pelaku ekonomi tidak bisa menilai pelemahan mata uang hanya dari satu sisi. Sebab dari sisi lain sebenarnya pelemahan ini memberikan manfaat bagi para pelaku usaha.

Pelemahan ini menjadi fasilitas yang bisa digunakan guna mendorong ekspor, karena barang kita bisa lebih mudah masuk dan bersaing dengan produk dari negara lain. Tinggal nanti pada ujungnya kita lihat neracanya sampai sejauh mana depresiasinya, akan lebih banyak dampak negatif atau positif.

"Sehingga tidak berdarah-daerah lah seperti kasus di Argentina, Turki, Brasil, bahkan Rusia yang jauh lebih tinggi dari pada Indonesia," ujarnya.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (24/5) pagi bergerak melemah. Rupiah melemah sebesar 15 poin menjadi Rp 14.202 dibanding posisi sebelumnya Rp 14.187 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, dolar AS cenderung menguat terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah, menjelang pengumuman penjelasan hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada awal Mei lalu.

"Pelaku pasar fokus pada proyeksi outlook pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, The Fed cukup optimis sehingga menopang dolar AS," katanya di Jakarta.

Dia menambahkan  dengan outlook perekonomian Amerika Serikat itu, pasar akan melihat langkah The Fed terkait kebijakan suku bunga acuan selanjutnya. "Pasar berekspektasi suku bunga The Fed akan naik pada Juni mendatang," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement