EKBIS.CO, SYDNEY -- Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan keuntungan industri penerbangan pada 2018 akan turun sekitar 12 persen. Hal ini disebabkan oleh harga bahan bakar yang melambung, tenaga kerja, dan peningkatan suku bunga.
Dilansir Reuters, Senin (4/6), IATA yang mewakili sekitar 280 operator penerbangan menyatakan, industri penerbangan diperkirakan akan membukukan laba sebesar 33,8 miliar dolar AS pada 2018. Jumlah ini menurun dari perkiraan sebelumya yakni sebesar 38,4 miliar dolar AS.
Namun, di sisi lain pertumbuhan penumpang dan tarif diperkirakan naik 3,2 persen tahun ini. Perkiraan kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan permintaan dan meningkatkan perekonomian, akan tetapi tetap dibayangi oleh meningkatnya risiko proteksionisme perdagangan global.
Adapun pada 2017 lalu, industri penerbangan membukukan laba sekitar 38 miliar dolar AS. "Profitabilitas pada 2018 akan bertahan meskipun biaya meningkat," ujar Direktur Jenderal IATA Alexande de Juniac.
IATA mencatat, harga minyak diperkirakan rata-rata 70 dolar AS per barel, naik dari 54,90 dolar AS per barel pada 2017 lalu. Keuntungan maskapai penerbangan diperkirakan cukup untuk menutupi biaya modal industri, membantu menarik investasi, dan membangun infrastruktur baru. Namun IATA memperingatkan bahwa maskapai penerbangan beroperasi diujung tombak dibandingkan dengan industri lainnya.
De Juniac mengatakan, laba pada tahun ini diperkirakan sebesar 33,8 miliar dolar AS mewakili 4,1 persen dari penjualan yakni sekitar 750 miliar dolar AS. "Empat persen bukan angka yang besar, industri ini masih rapuh, kapasitas kami untuk menahan guncangan besar cukup terbatas," ujarnya.