EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mendorong pesantren memanfaatkan investasi sukuk yang dinilai dapat menjadi modal pengembangan infrastruktur pesantren secara mandiri. Hal itu bisa diterapkan melalui manajemen aset wakaf yang selama ini belum dikelola melalui instrumen keuangan syariah.
Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, satu kunci penting keberhasilan pesantren adalah kesuksesan pengelolaan wakaf sebagai modal. Langkah ini tidak saja bisa mengembangkan amal usaha dan pendidikan, namun juga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan kesejahteraan insan pesantren.
“Dalam catatan saya, sejumlah pesantren sanggup mengelola wakaf produktif hingga mencapai omzet miliaran rupiah. Jika pengelola pesantren memanfaatkan investasi berbasis syariah sukuk maka pesantren dapat melakukan pembangunan infrastruktur lebih cepat,” tuturnya melalui siaran pers, Jumat, (29/6).
Kementerian Keuangan mencatat, pada 2015 jumlah tanah wakaf atau tanah yang disumbangkan untuk tujuan sosial di Indonesia mencapai 5 miliar meter persegi serta tersebar di 400 ribu titik di seluruh Indonesia. Nilainya setara dengan Rp 2,050 triliun.
Dengan nilai besar tersebut, melalui instrumen sukuk atau surat utang syariah, pengelola pesantren dapat melakukan perjanjian atau akad dengan BUMN lalu diawasi oleh pengelola tanah wakaf atau nazir untuk melakukan pembangunan unit bisnis yang lebih bernilai, seperti rumah sakit. Setelah akad disepakati dan dana didapatkan melalui sukuk, maka pembangunan rumah sakit di atas tanah wakaf bisa dilakukan.
Keuntungan operasional rumah sakit nantinya bisa digunakan untuk membayar sukuk menggunakan skema bagi hasil antar kedua belah pihak. Mardiasmo yakin jika potensi tanah wakaf dan sistem investasi sukuk dapat dilakukan maka pembangunan infrastruktur unit bisnis pesantren akan lebih cepat.
"Masyarakat pun telah menikmati hasil dari sistem investasi sukuk yang diterapkan pemerintah sejak 2013 dalam pembangunan infrastruktur,” ujar Mardiasmo.
Kementerian Keuangan mencatat, proyek infrastruktur yang dibiayai melalui surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk pada tahun anggaran 2017 sebesar Rp16,76 triliun. Sebanyak 590 proyek di 34 provinsi dibiayai dari SBSN.
Rincian proyek yang dibangun menggunakan dana bebas riba di 2017, salah satunya ialah 15 proyek infrastruktur perkeretaapian pada Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan senilai Rp 7,54 triliun. Demikian juga dengan 88 proyek infrastruktur jalan serta jembatan pada Direktorat Jenderal Bina Marga pada Kementerian PUPR senilai Rp 4,69 triliun.
Selain itu, ada 188 proyek infrastruktur pengendalian banjir dan lahar, pengelolaan bendungan, serta pengelolaan drainase utama perkotaan pada Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR sebesar Rp 2,73 triliun yang didanai SBSN. Dana bebas riba juga membiayai 11 proyek embarkasi haji di Ditjen Pengelolaan Haji dan Umrah Kementerian Agama senilai Rp 424 miliar.
Sebanyak 32 proyek pembangunan sarana dan fasilitas gedung Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag senilai Rp 1,05 triliun) pun didanai SBSN. Lantas, pembiayaan yang sama digunakan di 256 proyek pembangunan ditambah rehabilitasi gedung balai nikah dan manasik haji di Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag dengan nilai Rp 315 miliar.
Tahun ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan pun sudah mengeluarkan SBSN senilai Rp 22,53 triliun. SBSN akan dipakai untuk membiayai 587 proyek infrastruktur.