EKBIS.CO, JAKARTA — Pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menyebut lonjakan harga telur yang terjadi saat ini dipicu oleh siklus produksi tahunan telur ayam. Sehingga, ia mengatakan, pemerintah seharusnya tidak perlu khawatir.
“Ini terkait siklus produksi telur secara nasional,” ujarnya, Rabu (11/7). Andreas menjelaskan, pada awal tahun, harga telur biasanya meninggi karena produksinya yang berkurang. Memasuki bulan April, produksi telur umumnya mulai meningkat sehingga harga turun secara bertahap. Lalu, di bulan Juli produksi telur kembali berkurang. Andreas memperkirakan, produksi telur ayam ras baru akan kembali normal paling cepat pada akhir Agustus mendatang.
Lebih lanjut, ia mengatakan, menurunnya produksi telur juga bisa terjadi karena peternak melakukan peremajaan terhadap induk petelur. Kondisi ini biasanya terjadi jelang Idul Fitri ketika peternak memotong ayam petelur meraka yang sudah tidak produktif. “Populasi menurun, otomatis produksi juga menurun. Wajar saja kalau harga meningkat,” jelasnya.
Andreas juga tidak memungkiri bahwa kenaikan harga pakan ternak ikut menyumbang lonjakan harga telur. Namun begitu, menurutnya, faktor yang paling berperan di balik tingginya harga saat ini karena siklus tahunan produksi telur.
Karena itu, Andreas menyarankan agar pemerintah tidak perlu melakukan intervensi harga yang terlalu kuat. “Kasihan peternak, dua bulan lalu harga telur jatuh di tengah kenaikan harga pakan. Jadi, biarkan sekarang peternak menikmati harga.”
Berdasarkan peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2017, harga acuan yang ditetapkan pemerintah untuk telur ayam ras yakni Rp 22 ribu per kilogram untuk tingkat konsumen. Namun, berdasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Rabu (11/7), harga rata-rata nasional untuk telur ayam ras segar berada di angka Rp 26.900 per kilogram. Harga itu meningkat sebesar Rp 150 dibanding hari sebelumnya.
Sementara di pasar di Sumbar harga per kilogram telur ayam berkisar di angka Rp 22.500 hingga Rp 23.500. Angka ini tak jauh beda dengan harga telur ayam di Sumbar yang tercatat melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) sebesar Rp 24 ribu per kg pada Rabu (11/7). Meski masih lebih rendah dibanding lonjakan harga yang terjadi di Ibu Kota, namun pedagang di Kota Padang mengklaim harga jual telur ayam saat ini mencapai rekor.
"Selama 20 tahun saya jualan telur, sekarang ini harga paling tinggi. Sempat paling tinggi 42 ribu (rupiah) tahun lalu saat Lebaran," ujar Nurjanah (49 tahun), salah satu pedagang grosir dan eceran telur ayam di Pasar Raya Padang, Rabu (11/7).
KRismal (34 tahun), pedagang lain di Pasar Raya Padang, mengaku jumlah pembeli dagangannya turun 30 persen selama satu pekan belakangan, sejak harga telur ayam mulai merangkak naik. Ia mengaku cukup banyak menampung keluhan dari konsumen yang kaget dengan mahalnya harga telur ayam saat ini. Rismal menjual telur ayam yang ia jajakan dengan harga Rp 45 ribu per rak untuk jenis super.
"Paling turun lagi pasa Idul Adha. Tapi ini memang paling mahal selama ini. Biasanya harga mentok di angka Rp 45 ribu per rak telur," katanya.