EKBIS.CO, LOMBOK TENGAH -- PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika sempat berencana membangun cluster halal. Lahan seluas 300 hektare dari total 1.175,23 hektare luas lahan di KEK Mandalika sedianya akan dijadikan sebagai cluster halal.
Direktur Pengembangan ITDC Edwin Darmasetiawan mengatakan, rencana pembangunan cluster halal tampaknya tidak terealisasi lantaran sejumlah pertimbangan. Ia menceritakan, sejumlah duta besar dari Arab Saudi, Tunisia, Oman, Irak, Libya, Mesir, Bahrain, Qatar, Maroko, dan Tunisia sempat berkunjung ke Mandalika pada 2016.
"Awalnya kita memang mau bikin halal hub di sebelah timur kawasan," ujarnya di sela-sela sosialisasi dan rapat koordinasi teknis (rakornis) pengembangan, pembangunan dan pengoperasian Mandalika di D’Praya Hotel, Lombok Tengah, NTB, Kamis (26/7).
Edwin melanjutkan, para dubes dari Arab Saudi, Tunisia, Oman, Irak, Libya, Mesir, Bahrain, Qatar, Maroko, Tunisia yang saat itu meninjau KEK Mandalika menyebut rencana cluster halal tersebut seperti Ghetto. Ghetto merupakan istilah untuk tempat tinggal warga Yahudi, istilah ini dipakai pada abad ke-16 dan ke-17. Ghetto sering dikaitkan sebagai perlambangan diskriminasi dan merupakan tempat tertutup yang terpisah dari kota.
"Semuanya nggak ada yang setuju dengan konsep halal hub, dia (dubes) bilang itu Ghetto, satu tempat di Israel yang dikucilkan, kita nggak mau seperti itu kaya dikucilkan," ujarnya.
Alih-alih membangun cluster halal, para dubes tersebut memilih ITDC membuat konsep destinasi yang ramah terhadap wisatawan muslim atau moslem friendly dengan memberikan kemudahan bagi wisatawan muslim beribadah.
"Mereka yang penting minta agar shalat, wudhu mudah, ada kiblatnya, terutama makanan (halal)," ucap dia.
Edwin menilai, hal itu menjadi keunggulan bagi Mandalika mengingat Pulau Lombok sangat kental dengan nuansa religi sehingga kuliner halal bukan hal yang sulit. Konsep moslem friendly, kata dia, sudah lebih dahulu dilakukan Malaysia, bahkan negara-negara dengan penduduk mayoritas nonmuslim seperti Thailand bahkan Jepang.
"Itu yang mereka harapkan. Kalau mau private kita kan ada private villa mau private pool juga ada. Akhirnya konsep itu kita hilangkan, tapi seluruh hotel nanti akan moslem friendly, di kamar ada tempat wudhu yang jauh dari (tempat) buang air, ada kiblat, dan Alquran," katanya menambahkan.