EKBIS.CO, PADANG - PT Bukit Asam (persero) Tbk (PTBA) menyatakan siap mengalihfungsikan sebagian besar asetnya di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat. Sebetulnya sejak 2003 silam, secara bertahap kawasan pascatambang yang berada di wilayah kerja PTBA sudah dikembangkan menjadi lokasi wisata. Namun masih banyak aset, terutama bangunan perkantoran yang hingga saat ini belum dialihfungsikan.
"Salah satunya kantor utama kami yang masuk cagar budaya. Ada cita-cita dari kami untuk bekerjasama dengan BUMN pengelola perhotelan untuk mengembangkannya," kata Senior Manager CSR PTBA, Kanthi Miarso, usai paparan program BUMN untuk Negeri di Inna Muara, Jumat (10/8).
Meski berniat mengubah fungsi kantor utama PTBA Unit Pertambangan Ombilin (UPO) menjadi tempat penginapan berstandar internasional, Kanthi menegaskan bahwa perencanaannya tentu akan mempertimbangkan kaidah pemanfaatan cagar budaya. Apalagi, September 2018 nanti Kota Sawahlunto direncanakan akan mendapat status baru sebagai warisan budaya dunia (world heritage) oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
Selain bangunan utama kantor PTBA UPO yang bakal ditransformasikan menjadi hotel berbintang, perusahaan juga berniat mengalihfungsikan sejumlah bangunan bekas rumah pejabat untuk dijadikan penginapan. Pemanfaatan bekas bangunan operasional PTBA UPO untuk pariwisata sebelumnya sudah sukses dilakukan untuk bangunan gudang ransum dan lubang tambang Mbah Suro.
"Pascatambang di Sawahlunto yang sudah jadi pariwisata, ada pacuan kuca, kebun binatang, taman buah misalnya. Harapannya kami ke sana, pascatambang untuk pemberdayaan melalui aset," kata Kanthi.
Untuk pengelolaannya, Kanthi menjelaskan bahwa nantinya perusahaan bisa menyawakan atau menerapkan status pinjam pakai kepada Pemerintah Kota Sawahlunto. Ia juga menyatakan siap menindaklanjuti berapapun kebutuhan aset yang ingin dimanfaatkan Pemda.
Sebagai informasi, kegiatan operasional pertambangan di Ombilin, baik 1,2, dan 3, sebetulnya sudah berhenti sejak 2016 lalu. Terhentinya produksi lantaran biaya produksi yang mahal, lebih tinggi dari harga jual batu bara. Cadangan batu bara di Ombilin rata-rata berada di kedalaman 800 meter di bawah permukaan tanah.
Kondisi ini membutuhkan teknologi yang lebih canggih untuk mengeruk batu bara di kedalaman yang lebih jauh. Hal ini sempat membuat Bukit Asam merugi hingga Rp 53 miliar per tahun. Berawal dari kondisi ini, akhirnya perusahaan mulai memanfaatkan sejumlah asetnya untuk kepentingan pariwisata.
"Prinsipnya BUMN tidak boleh serahkan aset kepada pihak lain. Kami akan kerja sama dengan siapapun dengan cara pinjam pakai lahan dan aset yang ada. Hitungannya ada," kata Kanthi.