EKBIS.CO, JAKARTA -- Sentimen mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang dunia cukup bervariasi sejak awal pekan ini. Hal itu telah tercermin dari menguatnya mata uang rupiah terhadap dolar hampir 0,20 persen pada perdagangan Senin (27/8). Hari ini, rupiah diperkirakan melanjutkan penguatan.
Kepala Riset Pasar dan Strategi Mata Uang FXTM Jameel Ahmad mengatakan, pada perdagangan kemarin dolar AS sedikit menguat terhadap mata uang euro, pound, dan dolar Australia. Selain itu, dolar juga menguat terhadap berbagai mata uang negara Eropa, Timur Tengah dan Afrika, di saat anjloknya nilai mata uang Lira, Turki hingga tiga persen.
“Namun, performa dolar AS tidak konsisten di kawasan pasar Asia Pasifik. Mata uang Asia yang melemah hanya dolar Singapura, rupee India, dan yuan China,” kata Jameel dalam pernyataan tertulis diterima Republika.co.id, Selasa (28/8) pagi.
Sebaliknya, rupiah, ringgit Malaysia, dan baht Thailand justru menguat. Menurut Jameel, ketidak-konsistenan tersebut kemungkinan besar terkait ekspektasi pasar pasca pidato Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell.
Powell menyatakan laju pengetatan moneter melalui jalur kenaikan suku bunga pada 2019 tidak akan sama ketatnya seperti pada 2018. Berdasarkan konsensus yang dihimpun FXTM, ada perbedaan pandangan terhadap pernyataan tersebut antara hawkish dan dovish.
“Sebagian pihak menafsirkan bahwa Powell mengisyaratkan Federal Reserve tidak memiliki alasan untuk mempercepat kenaikan suku bunga. Itu dinilai sebagai dovish (longgar),” kata Jameel.
Namun, sebagian pelaku pasar lainnya menilai, pesan Powell menunjukkan bahwa pengetatan moneter pada tahun depan akan berlanjut. Meskipun tak sama seperi tahun ini. Hal itu menunjukkan komitmen Federal Reserve untuk melanjutkan pengetatan moneter dan dinilai sebagai hawkish.
Mengutip Jakarta Interbank Spot Dollar Bank Indonesia, pada perdagangan Senin, rupiah rata-rata dihargai Rp 14.610 per dolar AS. Angka itu sedikit menguat dibanding perdagangan Jumat pekan (24/7) lalu sebesar Rp 14.655 per dolar AS.