EKBIS.CO, JAKARTA -- Kewajiban menggunakan bahan bakar biodiesel sebesar 20 persen (B20) dinilai akan merugikan perusahaan transportasi. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman kepada Republika.co.id.
"Pertama tambah boros, kedua perawatan butuh lebih sering," katanya, Senin (3/9).
Performa bahan bakar ini juga tidak lebih baik dari solar. Jika melihat Cetane Number (CN) atau angka setana biodiesel B20 memang lebih baik dari solar. Namun nilai kalornya tidak lebih baik dari solar.
Dengan begitu tenaga akhir yang dihasilkan kendaraan dengan B20 jauh lebih rendah. Bahkan diakui Kyatmaja, ada truk yang mogok di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Timur, setelah menggunakan biodiesel.
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) sebelumnya menegaskan jika kendaraan yang menggunakan biodiesel B20 tidak mengalami gangguan. Pernyataan Aprobi tersebut menurut Kyatmaja tidak relevan karena bahan bakar yang digunakan bukanlah B20 melainkan B5 dan B10.
Pemerintah telah mewajibkan penggunaan biodiesel kepada pelaku usaha. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 66 Tahun 2018 tentang Revisi Kedua Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Program Mandatory B20.
Berbagai masalah yang berpotensi muncul karena penggunaan B20 ini diakui Kyatmaja telah disampaikan. Kewajiban pun mau tidak mau akan tetap dijalankan sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Untuk itu, pihaknya harus mengeluarkan biaya tambahan dan memikirkan solusi lain demi menjaga performa kendaraan. "Ya harus ada tambahan komponen," ujar Kyatmaja.