EKBIS.CO, JAKARTA -- Pasar modal terus bergejolak mengikuti berbagai sentimen perekonomian di dalam negeri, salah satunya terhadap pelemahan Rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah sejak awal pekan ini dan terus bergerak di zona merah.
Menjelang akhir pekan, kurva bergerak naik di level 5.776,095 pada akhir penutupan Kamis (6/9). Setelah sebelumnya terperosok ke level 5.683,501 pada Rabu (5/9). IHSG dibuka pada level 5.775,273 pada hari ini, Jumat (7/9).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen menyampaikan gejolak pasar ini masih dalam tahap wajar. Pasar modal Indonesia masih dalam kondisi sehat meski terombang-ambing antara waspada dan normal.
Mantan Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia ini mengatakan OJK terus memperhatikan laju kondisi pasar. Menurutnya, belum perlu ada intervensi terhadap pasar karena belum diperlukan. Gejolak naik turun harga saham yang terpantau masih dalam batas wajar.
Baca juga, IHSG Melemah, Ini Saran untuk yang Ingin Investasi di Saham
"Kami sebagai otoritas di pasar modal hanya ingin mengingatkan, pasar modal kita dari dulu memang seperti ini, naik turun adalah dinamika pasar yang wajar, yang jelas kita optimis pasar akan terus ada sepanjang negara ini ada," kata dia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, kemarin.
Meski ada kejatuhan, tambah Hoesen, profil Indonesia masih lebih baik karena ada yang lebih parah terimbas gejolak pasar global. Menurutnya, jika melihat data dalam satu tahun, Indonesia masih dalam kelompok pertengahan, antara negara yang terimbas parah dan negara yang masih tumbuh.
Hoesen meyakini pasar akan terus bergerak tiap saat. Ia juga ingin meyakinkan semua investor baik dalam maupun luar negeri bahwa sebaiknya memanfaatkan momen penurunan indeks ini dengan baik.
Hoesen mengatakan saat ini belum saatnya untuk panik menanggapi pergerakan indeks. Meski demikian, otoritas memang telah menyiapkan protokol jika satu saat perekonomian jatuh pada krisis.
Protokol tersebut merupakan hasil pembelajaran dari kasus-kasus selama ini, termasuk saat krisis. Penerapannya tidak bisa sembarangan karena harus berdasarkan perhitungan matang dengan mempertimbangkan semua aspek perekonomian, tidak hanya indeks saham.
"Saya ingin mengajak agar kita tidak sampai ke titik itu, yakni dengan berpikir rasional saja, sekarang belum saatnya untuk panik," kata dia. OJK juga dinilai belum perlu intervensi karena penerapan dini hanya akan mempercepat kejatuhan pasar.