Jumat 21 Sep 2018 10:47 WIB

Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang Rupiah

Penerbitan SBN dalam rupiah akan mencapai 80 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Petugas memantau pergerakan grafik surat utang negara di di Dealing Room Treasury.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas memantau pergerakan grafik surat utang negara di di Dealing Room Treasury.

EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah masih merumuskan strategi pembiayaan untuk tahun depan. Di antaranya dengan lebih banyak menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) dalam rupiah. Tujuannya, mengurangi dominasi investasi milik asing sekaligus memperdalam pasar domestik.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan menyebutkan, penerbitan SBN dalam rupiah akan mendominasi dibanding valuta asing, yakni sampai 80 persen. "Kami lakukan secara perlahan untuk menurunkan investor asing," ujarnya, Kamis (20/9).

Scenaider menjelaskan, kondisi ekonomi global saat ini menunjang rencana pemerintah untuk memperbanyak SBN dalam rupiah. Sebab, minat investor asing sedang menurun.

Dengan menerbitkan SBN dalam rupiah, pemerintah mendorong investor domestik untuk dapat lebih mendominasi. Tapi, Scenaider mengakui, pemerintah belum memiliki target pengurangan investor asing di SBN.

Menurutnya, pemerintah harus realistis melihat kondisi investor domestik di tahun depan, termasuk kesiapan mereka dalam mengisi pembiayaan. "Kalau kami perhatikan pasar domestik, marketnya belum jalan. Investor belum menaruh uang," tuturnya.

Apabila pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terjadi, Scenaider menjelaskan, pemerintah juga memiliki rencana lain. Yakni, mengutamakan penerbitan SBN valas dengan denominasi euro dan yen. Pemerintah akan terus melakukan kajian terkait hal ini, termasuk melihat potensi dan reaksi pasar.

Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah menyepakati pembiayaan utang untuk tahun 2019 adalah sebesar Rp 359,12 triliun. Total tersebut turun sedikit dari usulan dalam nota keuangan RAPBN 2019 yakni Rp 359,27 triliun.

Penurunan dikarenakan adanya perubahan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dari Rp 14.400 per dolar AS menjadi Rp 14.500 per dolar AS.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, pembiayaan utang di Indonesia terus mengalami penurunan. Angka paling tinggi terjadi pada 2017 yang mencapai Rp 429 triliun dan turun pada tahun ini, yakni Rp 399,2 triliun.

"Tahun depan kembali turun sekitar 7,2 persen menjadi Rp 359 triliun," tuturnya.

Pada total tersebut, pemerintah ingin memastikan risiko utang tetap dalam batas yang bisa dikelola di bawah 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah akan memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif dan menjaga keseimbangan makro ekonomi.

Suahasil menambahkan, secara neto, Surat Berharga Negara (SBN) yang dikeluarkan mengalami penurunan dari tahun 2017. Yaitu dari Rp 441,8 triliun menjadi Rp 388 triliun SBN neto pada 2018.

"Pada tahun depan, diperkirakan akan turun kembali menjadi Rp 386,2 triliun atau mengalami penurunan sekitar 0,5 persen," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement