EKBIS.CO, JAKARTA -- Dosen Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Setyono Yudo Tyasmoro mengatakan, pembukaan lahan masam sebagai lahan baru pertanian merupakan bentuk penjabaran Program Nawacita Presiden Joko Widodo. Nawacita mencanangkan pembukaan lahan pertanian seluas 1 juta hektare dalam kurun waktu lima tahun, yaitu 2015-2019. Selain itu, program ini sekaligus untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan yang terus meningkat.
“Pembukaan lahan baru bisa dilakukan pada lahan kering maupun lahan basah (gambut) dengan pembuatan infrastruktur irigasi, sehingga lahan yang selama ini tidak dimanfaatkan menjadi lebih produktif,” kata Setyono dalam FGD bertema "Pengelolaan Lahan Masam Secara Berkelanjutan" beberapa waktu lalu.
Menurut Setyono, isu ketersedian lahan untuk pangan menjadi prioritas utama seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa. Karena itu prioritas pembangunan pertanian masih fokus pada upaya peningkatan produksi pangan, khususnya padi, jagung dan kedelai guna memenuhi kecukupan pangan secara nasional.
Untuk mengisi kebutuhan pangan, pemerintah gencar mencari lahan baru untuk dicetak menjadi sawah (ekstensifikasi), namun kebanyakan merupakan lahan masam. Data Badan Litbang Pertanian, potensi lahan kering masam untuk tanaman pangan seluas 22,31 juta ha dan luas lahan kering masam untuk pengembangan tanaman tahunan 49,87 juta ha.
Namun Setyono mengakui, permasalahan utama pembukaan lahan pertanian adalah terkait dengan pemanfaatan pasca konstruksi. Jadi, selain aspek penanganan budidaya oleh petani, tingkat kesuburan yang rendah juga menghambat pencapaian target peningkatan produksi pangan.
Tingkat Kemasaman
Secara umum lahan bukaan baru yang berasal dari lahan masam dan marginal kondisi tingkat keasaman tanah pada kisaran pH 4,0-5,0. Sedangkan umumnya tanaman membutuhkan kondisi keasaman yang ideal pada pH 6,0-6,5.
Kesuburan yang rendah pada areal lahan baru mengakibatkan produktivitas hasil yang didapatkan juga sangat rendah. Untuk lahan sawah dalam kisaran 2,5– 3 ton/ha Gabah Kering Giling (GKG). “Tingkat keasaman yang tinggi menjadi sebab mengapa kesuburannya rendah,” ujarnya.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan masam atau lahan baru, teknologi yang sangat mungkin adalah pemberian material kesuburan lahan berupa dolomit. Kebutuhan dolomit pada lahan bukan baru yang ideal adalah 4 ton/ha. “Peningkatan kesuburan tanah tentu akan berbanding lurus dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani,” kata Setyono.
Sementara itu Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Syekhfani mengatakan, peningkatan kesuburan tanah di lahan sulfat masam sangat mungkin dilakukan dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Antara lain, pertama, untuk meningkatkan pH tanah dilakukan aplikasi unsur Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).
Kedua, meningkatkan ketersediaan unsur hara P dengan aplikasi reaktif pupuk posphat. Ketiga, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dengan aplikasi bahan organik, mikoriza, hayati dan amelioran lainnya.
Kepala Balai Penelitian Tanah, Balitbang Pertanian, Husnain mengakui potensi pengembangan lahan untuk pertanian yang belum dimanfaatkan masih cukup besar. Misalnya, lahan rawa dari total luas 34,1 juta ha potensi untuk pertanian sekitar 20 juta hektare. Dari luasan itu yang baru dimanfaatkan sekitar 3,68 juta ha (18%), sehingga masih terdapat 16,32 Juta ha (82%) yang belum dimanfaatkan.
Sedangkan lahan kering eksisting dari 17 juta hektare. Sementara yang masih potensial seluas 24,7 Juta hektare berada kawasan budidaya pertanian (APL) seluas 5,7 juta ha, di kawasan Hutan Produksi (HP) 14,6 Juta hektare dan 4,4 juta hektare dikawasan Hutan Produksi Konservasi (HPK) sebagai lahan cadangan.
Husnain menambahkan, untuk mengatasi kemasaman tanah perlu dilakukan aplikasi dolomit. Sebab, pupuk dolomit tidak hanya mengandung kapur, tapi juga mengandung unsur Magnesium yang cukup tinggi. Selain dolomit juga perlu diaplikasikan pupuk raw posphat dan bahan organik.
“Dari hasil penelitian aplikasi dari kombinasi pupuk dolomit, pupuk Phospat dan bahan organik dapat meningkatkan produksi tanaman di lahan masam kering,” ujarnya.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya lainnya, Syahrul Kurniawan mencontohkan, kunci keberhasilan pengelolaan lahan alih fungsi hutan menjadi kebun karet dan kelapa sawit di tanah masam adalah keseimbangan nutrisi dimana input nutrisi. Dalam hal ini pupuk disesuaikan dengan output nutrisi.