EKBIS.CO, NUSA DUA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memproyeksikan volume ekspor minyak sawit mentah (CPO) naik lebih dari tujuh persen sampai akhir 2018 di tengah pelambatan ekonomi dunia dan penurunan harga. Hingga September, ekspor CPO dan turunannya telah tumbuh empat persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Proyeksi itu dikemukan Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono pada pembukaan konferensi internasional Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) ke-14 dan Outlook 2019 di Nusa Dua, Bali, Kamis (1/11). Optimisme pertumbuhan ekspor itu, bukan tanpa alasan. Joko mengatakan seiring perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina telah berimbas pada penurunan impor minyak kedelai Cina dari Amerika Serikat.
Ia menyebut Cina menurunkan impor kedelai dari Amerika Serikat sekitar satu juta ton per bulan. Hal itu membuat harga kedelai turun yang mengerek penurunan harga minyak nabati lainnya.
"Namun di sisi lain situasi itu menjadi peluang bagi CPO untuk mengisi kekurangan minyak nabati di pasar Cina," kata Joko.
Tahun lalu, ekspor CPO Indonesia mencapai 31 juta ton atau senilai 22 miliar dolar AS. Berdasarkan data GAPKI ekspor CPO dan turunannya pada Januari-Agustus 2018 telah mencapai 19,9 juta ton atau senilai 13,7 miliar dolar AS.
"Pertumbuhan ekspor tahun ini didorong oleh peningkatan volume ekspor, bukan nilai, karena harga CPO tahun ini turun," kata Joko.
Ia berharap kenaikan volume ekspor CPO dan turunannya itu akan membantu pemerintah menekan defisit neraca perdagangan dan memperkuat nilai tukar rupiah.
Selain itu ia juga mengungkapkan kontribusi CPO menekan impor minyak mentah, seiring dengan mandatori penggunaan biodiesel 20 atau B20.
Lebih jauh Joko mengatakan bahwa industri minyak sawit telah berkontribusi pada 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang digagas PBB dengan tiga penekanan pada sektor ekonomi, sosial dan lingkungan.