Selasa 13 Nov 2018 06:04 WIB

Konsultasi Syariah: Jual Beli Salam

Barang yang dibeli harus jelas cirinya dan dapat diakui sebagai utang.

Red: Friska Yolanda
Utang
Foto: ringling libguides
Utang

EKBIS.CO, Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Pertanyaan: 

Assalamualaikum, Ustaz.

Kita sering mendengar istilah jual beli salam. Harganya tunai, sedangkan barang yang dibeli tidak tunai. Bagaimana bentuk jual beli salam menurut fikih dan apakah boleh jika uangnya dibayar di muka

Taufiq - Depok

 

Jawaban:

Waalaikumussalam wr wb.

Karakteristik utama jual beli salam adalah pesanan dengan harga tunai dan barang tidak tunai. Contoh pertama adalah jual beli barang yang belum tersedia saat pemesanan atau transaksi pembelian. Uang ditransfer oleh pembeli saat pesanan kemudian barang dikirim.

Contoh kedua, belanja daring melalui marketplace. Setelah pembeli menentukan kriteria dan gambar barang yang akan dibeli, ia melakukan kontrak jual beli dengan menyetujui ketentuan transaksi. Ia lalu melakukan pembayaran dan pesanan diterima kemudian.

Contoh ketiga, konsumen memesan barang kepada dropshipper sesuai kriteria dan gambar lalu mentransfer tunai. Dengan uang tersebut, dropshipper membeli barang sesuai pesanan dan barang dikirim kepada konsumen.

Jual beli salam dengan contoh-contoh di atas halal dan mubah menurut Islam sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Barangsiapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas untuk jangka waktu yang diketahui." (HR Bukhari, Shahih Al-Bukhari) dan ijma yang dikisahkan Ibnul Munzir bahwa ulama sepakat boleh jual beli dengan cara salam. Selain juga cara tersebut diperlukan oleh masyarakat. (Wahbah, 4/598).

Skema salam bisa didesain dengan syarat-syarat tertentu selama halal dan mubah sebagaimana hadis dan Fatwa DSN MUI No 5/2000 tentang Jual Beli Salam. Fatwa DSN memberi ketentuan berikut.

Pertama, pembayaran. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, maupun manfaat, pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati serta pembayaran bukan dalam bentuk pembebasan utang.

Kedua, barang yang dibeli (dipesan) harus jelas cirinya dan dapat diakui sebagai utang, harus jelas spesifikasinya, penyerahannya dilakukan kemudian, waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya, dan tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

Ketiga, penyerahan barang. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).

Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, ia memiliki dua pilihan; membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya atau menunggu sampai barang tersedia.

Keempat, penjual boleh melakukan subkontrak kepada pihak lain untuk membelikan barang tersebut (salam paralel) dengan syarat akad kedua terpisah dari dan tidak berkaitan dengan akad pertama. Mudah-mudahan, rambu-rambu tersebut memperjelas skema salam dan menjadi solusi. Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement