EKBIS.CO, JAKARTA -- Terik matahari tak menyurutkan aktivitas Octovianus Alexander Rajariwu (52 tahun) saat membajak sawahnya di Desa Raekore, Sabu Barat, Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Mesin traktor capung berwarna merah, lalu lalang dikendalikan pria yang akrab disapa Alex.
“Sekarang mesin ini bisa difungsikan maksimal, karena saya tidak kesulitan cari bahan bakar,” katanya, belum lama ini.
Membajak sawah merupakan tahapan yang sangat penting untuk menyuburkan tanah. Lapisan tanah setelah masa panen, dibalik agar tanah menjadi gembur dan bisa ditanam kembali. Menyiapkan tanah sebelum masa tanam, akan berdampak pada hasil panen ke depannya.
Dulu, sebelum ada program BBM satu harga, para petani bawang di Desa Raekore, harus berpikir dua kali untuk membajak sawah. Selain harga BBM mahal, untuk mendapatkannya penuh perjuangan dengan jarak tempuh hingga enam kilometer.
“Harga bensin kisaran Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu per liter. Kami dijatah 1,5 liter seukuran botol air mineral. Sudah mahal, susah juga didapatnya kita tempuh dulu perjalanan bisa lima sampai enam km,” katanya.
Tentunya, bahan bakar tersebut tidak cukup untuk menggerakkan mesin traktor secara maksimal. Karena agar maksimal penggunaannya, traktor harus diisi BBM penuh sekitar 3,5 liter.
Karena terpaksa, Alex dan petani lainnya patungan membeli BBM dengan harga mahal ke pengecer agar sedikit bisa membantu menggerakkan traktor. Upaya mendapatkan BBM pun tak semulus yang dibayangkan. Ketersediannya terbatas. Rata-rata hanya delapan drum. Bahkan Pada saat musim tanam dengan kebutuhan BBM yang sangat besar, tidak bisa mencukupi permintaan petani.
“Tapi itu dulu. Karena sejak akhir Agustus lalu, BBM satu harga sudah masuk di wilayah kami. Harga Bensin sudah sama dengan di Jawa, Rp 6.450 per liter. Jadi saya bisa gunakan traktor semaksimal mungkin. Pasokannya BBM juga lancar,” jelasnya.
Senyum mengembang saat Alex menceritakan perubahan hasil panen. “Kalau dahulu panen bawang 500 kg paling banyak, sekarang semenjak ada BBM Satu Harga saya bisa panen hingga 3 ton paling,” ungkapnya.
Tak hanya panen yang meningkat, kemudahan mendapatkan bahan bakar melalui program BBM Satu Harga, membuat masyarakat mendapatkan harapan baru untuk menggarap sawah dan ladangnya.
“Bawang kami berlimpah, sawah kami terjaga karena tanah digarap serius sebelum ditanam. Sekarang masyarakat berani menanam tanaman apa saja karena BBM telah tersedia,” ujarnya lagi.
PT Pertamina (Persero) mendapatkan mandat dari pemerintah dalam menyalurkan BBM di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) mengacu pada Peraturan Me teri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga JBT dan JBKP Secara Nasional. Dalam aturan tersebut, Pertamina ditargetkan mendirikan lembaga penyalur di 150 titik selama tiga tahun, 2017-2019.
Pada 2017 ditargetkan 54 titik di daerah dengan infrastruktur darat dan laut cukup baik. Pada 2018 sebanyak 67 titik di daerah dengan infrastruktur darat dan laut terbatas. Hingga pekan pertama November 2018, Pertamina telah melakukan uji operasi BBM Satu Harga di 65 titik.
“Kami yakin, 67 lokasi BBM Satu Harga yang menjadi penugasan Pertamina tahun ini akan selesai, dan diresmikan pemerintah,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito.