EKBIS.CO, JAKARTA -- Masyarakat diimbau untuk bijak dalam mengonsumsi antibiotik untuk mengatasi berbagai penyakit ringan. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, saat ini semakin banyak orang yang menggunakan antibiotik dalam dosis tidak tepat.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Syamsul Ma'arif mengatakan, kalau memang tidak terlalu membutuhkan obat antibotik, sebaiknya masyarakat tidak perlu sampai mengonsumsinya. "Kalau tak ada indikasi penyakit antibiotik, jangan pakai antibiotik," kata Syamsul dalam acara 'Pekan Kesadaran Antibiotik se-Dunia 2018' di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Ahad (18/11).
Menurut Syamsul, saat ini jumlah kematian yang diakibatkan resistensi antibiotik mencapai 700 ribu jiwa di seluruh dunia. Angka itu bisa semakin besar kalau masyarakat gemar mengonsumsi antibiotik untuk jenis penyakit ringan, misal batuk dan diare. Padahal, jenis penyakit ringan tersebut tidak memerlukan obat antibiotik.
Syamsul mengatakan, kalau ada penyakit yang diakibatkan bakteri maka seharusnya harus mendapat penanganan dokter. Karena kalau dosis penggunaan antibiotik tidak tepat maka dampaknya bakteri bisa semakin resisten dan menjadi tidak mempan lagi diberi antibiotik. "Maka hari ini kita kampanyekan penggunaan antibiotik dengan bijak, cerdas, dan tanggung jawab," kata Syamsul.
Dia mengatakan, berdasarkan laporan global review yang dirilis pada 2016 menggambarkan model simulasi, di mana kejadian resistensi antibiotik diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada 2050. Pada tahun itu, diperkirakan kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun dan angka tertinggi terjadi di Asia. "Nanti diperkirakan tahun 2050, penyebab kematian akibat antibiotik bisa 10 juta jiwa per tahun," ujar Syamsul.
Dia pun menyinggung penggunaan antibiotik untuk hewan, yang 80 persen digunakan untuk pencegahan penyakitan. Pemberian antibiotik, khususnya untuk hewan ternak digunakan agar tidak mudah terserang penyakit. "Selebihnya antibiotik untuk pengobatan, sehingga kurang kalau semua penyakit manusia langsung diberi antibiotik," kata Syamsul.
Sebelumnya, Syamsul juga menyinggung perhelatan Pekan Kesadaran Antibiotik se-dunia diadakan untuk meningkatkan kesadaran para akademisi akan bahaya resistensi antimikroba (antimicrobial resistance atau AMR. Dia mengatakan, para akademisi saat ini mulai membahas ancaman penyakit infeksi baru (PIB).
"Terutama ini bagi adik-adik kita yang akan lulus dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Kesehatan Masyarakat serta fakultas teknis lainnya agar bisa menjadi agen perubahan untuk mencapai kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan yang optimal,” ucap Syamsul di Malang pada Sabtu (17/11).