Ahad 16 Dec 2018 02:00 WIB

Boboko, Bambu Desa Cikahuripan yang Tembus Pasar Ibu Kota

Pembuatan boboko dilakukan turun temurun.

Red: Dwi Murdaningsih
Boboko.
Foto: wikimedia
Boboko.

EKBIS.CO, SUKABUMI -- Boboko, bambu desa Cikahuripan kini menembus pasar ibu kota. Desa Cikahuripan berada di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Desa ini berada di sebelah utara Kota Sukabumi atau sekitar 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari pusat kota.

 

Menurut Ketua Tim Pakar Mendes PDTT Haryono Suyono selain menggeluti pertanian, masyarakat Desa Cikahuripan memproduksi aneka kerajinan dari anyaman bambu. Anyaman bambu terutama untuk kelengkapan perabotan rumah tangga, seperti boboko (bakul), tampah, dan kukusan. Boboko menjadi produk unggulan desa karena angka penjualan jenis ayaman bambu ini selalu tinggi dibanding produk kerajian bambu lainnya.

 

Pembuatan Boboko dilakukan oleh ibu dan bapak sebagai kegiatan dalam industri rumah tangga secara turun menurun di Desa Cikahuripan. Para pengrajin mengerjakan Boboka setelah mereka bekerja di sawah maupun ladang.

Proses pembuatan Bokoko sangat rumit, membutuhkan ketrampilan tersendiri, memakan waktu lama. Hampir semua warga asli Cikahuripan memiliki ketrampilan membuat Boboko berkat pengetahuan dan keterampilan yang diturunkan oleh nenek moyang.

 

Pembuatan Boboko selalu dilakukan saat-saat santai dan luang. Masyarakat Cikahuripan umumnya menolak pesanan Boboko dalam jumlah banyak dan cepat. Boboko yang baik dan berkualitas hanya dapat diproduksi saat warga dalam suasana rileks dan gembira. Karena itu, masyarakat Desa Cikahuripan tidak pernah menempatkan produksi Boboko sebagai mata pencaharian utama.

 

Proses pembuatan Boboko dimulai dengan memilah bilah bambu sebagai bahan dasar. Bambu yang baik harus memiliki panjang ruas tidak kurang dari 80 cm. Setelah mendapatkan ruas bambu yang sesuai, kemudian bilah bambu dibelah kecil kecil dan diraut atau dihaluskan.

Setelah itu, rautan bambu dikeringkan dengan cara dijemur atau dengan panas bara api. Bentuk Boboka beraneka ukuran, ada yang kecil, sedang, hingga besar.

Rautan bambu harus memiliki ketebalan yang sama dan tingkat kadar air yang rendah. Tebal-tipisnya rautan mempengaruhi keluwesan saat proses penganyaman. Tingkat kadar air memengaruhi kegetasan bahan anyam, termasuk untuk menghindari tumbuhnya jamur pada Boboko. Semua proses dilakukan secara tradisional tanpa sentuhan teknologi modern.

 

Abah Shaleh yang sudah berusia 83 tahun merupakan salah satu warga Kampung Pameungpeuk RT 34, Desa Cikahuripan yang memproduksi Boboko. Dia mendapatkan ketrampilan membuat Boboko dari ayahnya. Kini, saat usianya sudah lanjut, usaha pembuatan Boboko dilanjutkan oleh anak dan cucunya.

Abah Shaleh lebih banyak memerankan sebagai kontrol kualitas produksi. Bahkan, di saat usianya sudah lanjut, Abah Shaleh terlihat masih cekatan dalam mengolah dan menganyam bilah bambu menjadi sebuah boboko. Dalam rangka pembangunan desa secara besar besaran ada juga usaha untuk melestarikan pembuatan Boboko dalam Bumdesa, usaha milik desa, namun masih perlu dilihat bagaimana produksi dan pemasarannya secara luas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement