EKBIS.CO, JAKARTA – Beberapa perusahaan ekspedisi menaikkan tarif layanan antar sebagai dampak kenaikan harga kargo pesawat. PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), misalnya menaikkan tarif pengiriman 10 hingga 40 persen per Selasa (15/1). Tarif itu berlaku untuk pengiriman dari wilayah Jabodetabek ke seluruh Indonesia, khususnya yang menggunakan pesawat.
Presiden Direktur PT JNE M Feriadi mengatakan, tingkat kenaikan tarif tergantung pada tujuan pengiriman paket dan jenis layanan yang dipilih konsumen. Secara rata-rata, kenaikannya sebesar 20 persen. "Pengiriman paket dalam kota atau antarkota dalam Jabodetabek tetap diberlakukan tarif normal," tuturnya saat dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (17/1).
Feriadi menjelaskan, kenaikan biaya jasa ekspedisi tersebut disebabkan tarif Surat Muatan Udara (SMU) pada maskapai yang juga mengalami kenaikan. Guna menjaga stabilitas pengeluaran perusahaan, keputusan tersebut harus diberlakukan oleh JNE dan sejumlah perusahaan penyedia jasa pengiriman yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo).
SMU merupakan tanda terima berupa dokumen sebagai bukti fisik adanya perjanjian untuk pengiriman melalui udara antara pihak pengirim kargo dan pengangkut, dengan wewenang hak penerima kargo untuk mengambil kargo. SMU merupakan salah satu komponen terbesar yang ada dalam industri jasa pengiriman, sehingga kebijakan kenaikan beban biaya SMU akan berdampak pada tarif pengiriman.
Sebagian besar anggota Asperindo menggunakan moda pesawat sebagai transportasi pengiriman, sehingga kenaikan SMU memberikan dampak signifikan kepada bisnis. Menurut Feriadi, keputusan ini tidak diberlakukan secara mendadak, melainkan telah dibahas dalam forum Asperindo pada 2018. "Dalam rapat, salah satu rekomendasinya adalah melakukan penyesuaian (harga)," ucap Feriadi yang juga menjabat sebagai ketua umum Asperindo.
Feriadi berharap, masyarakat dapat menerima dan memaklumi keputusan yang diambil para perusahahaan penyedia jasa pengiriman ini. Ia memastikan, Asperindo akan tetap memberikan layanan terbaik dan melanjutkan inovasi maupun pengembangan di berbagai bidang.
J&T Express sebagai anggota Asperindo juga sudah memberlakukan kenaikan tarif pengiriman per 1 Desember 2018. Penyesuaian tarif pengiriman berlaku pada seluruh gerai di Indonesia dan dapat dilihat melalui layanan cek tarif pad situs resmi perusahana dan aplikasi. "Terkait dengan perubahan tersebut, J&T Express tetap berupaya meningkatkan pelayanan dengan memaksimalkan distribusi pengiriman secara nasional," tulis manajemen J&T Express dalam situsnya.
Sementara itu, PT Pos Indonesia (Posindo) juga telah memberlakukan kenaikan harga dengan rata-rata sekitar 30 persen dari tarif awal. Kenaikan tarif bervariasi angkanya, tergantung daerah tujuan. Seperti yang disampaikan melalui situsnya, Posindo melakukan penyesuaian tarif per 1 Januari 2019 untuk kategori layanan Express Mail Service, Pos Ekspor, Paketpos Cepat Internasional dan Tercatat (R) Internasional.
Vice President pengembangan Produk Kurir dan Logistik PT Posindo Djoko Suhartanto mengatakan, kenaikan tarif ini sebagai dampak dari perubahan biaya logistik dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, PT Posindo juga sudah lama 2,5 tahun tidak melakukan penyesuaian harga di tengah dinamika kompetisi dan situasi pasar.
Kenaikan SMU juga menjadi faktor pendukung kenaikan tarif layanan antar. Djoko mengatakan, pihaknya telah melakukan rekayasa ulang pola operasi, terutama untuk angkutan kiriman yang melalui udara. "Kami gunakan angkutan lainnya, seperti kereta api atau angkutan darat lain," ujarnya.
Rekayasa diberlakukan dengan harapan agar waktu yang dibutuhkan dengan angkutan tersebut masih bisa menjamin Service Level Agreement (SLA) kiriman. Tapi, melihat kondisi yang ada, kinerja angkutan darat belum dapat semaksimal pesawat. Karena tidak ada pilihan angkutan selain udara, maka tidak ada cara lain selain menyesuaikan tarif kiriman PT Posindo
Djoko menjelaskan, kenaikan biaya kargo udara memiliki efek domino terhadap bisnis PT Posindo yakni, menyesuaikan tarif agar tetap menjaga proporsionalitas margin selama ini. Apabila tidak dilakukan, penyesuaian tarif berdampak pada kerugian.
Djoko mengakui, kenaikan tarif menjadi pilihan yang sulit dan tidak populis, namun suatu keharusan agar perusahaan tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. "Dari penyesuaian tarif ini memang ada beberapa respon pelanggan beragam, ada yang menerima ada juga yang menolak atau kaget," tuturnya.
Djoko berharap, pada saatnya, akan ada titik ekuilibrium baru. Sebab, hampir semua jasa kurir melakukan hal yang sama. Tapi, dua pekan setelah kenaikan tarif secara nasional, Djoko melihat volume produksi kiriman (tanggal 1-14 Januari 2019) tetap meningkat sekitar 10 persen dibanding dengan tahun lalu.