EKBIS.CO, JAKARTA -- Kebijakan impor pangan dinilai masih bisa menjadi upaya penting dilakukan oleh pemerintah guna memenuhi komoditas strategis.
Kendati begitu, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan ketika keputusan impor pangan ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Aspek prioritas adalah ketika jumlah komoditas pangan memang tak mencukupi untuk kebutuhan nasional. Demikian disampaikan akademisi ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Adi Hadianto, Senin (21/1).
"Langkah untuk impor pangan juga harus mempertimbangkan waktu masa panen atau tidak, besar volume yang harus di impor dan tentunya keuangan negara. Jadi tidak asal impor," ujar Adi.
Adi mengatakan, soal penerapan impor pangan, mendesak atau tidaknya akan berkaitan dengan kebutuhan jenis pangan serta konteksnya. "Untuk komoditas pangan strategis seperti beras, keputusan impor dapat dilakukan jika dan hanya pasokan domestik terbatas untuk memenuhi permintaan, misalnya sebab gagal panen maupun bencana alam," ucap Adi.
Jika ternyata ada komoditas pangan yang merupakan produksi domestik dan jumlahnya cukup, Adi berpendapat, maka seharusnya tak boleh dilakukan impor. "Untuk komoditas pangan lainnya, saya kira kita perlu mengurangi ketergantungan impor," kata Adi.
Hal lainnya yang dijelaskan Adi, adalah menyoal kaitan antara penerapan impor pangan dengan inflasi keuangan. Menurut Adi, untuk sementara impor memiliki dampak positif terhadap harga pangan yang murah di pasaran.
Hal itu disebabkan, ucap Adi, cukupnya jumlah ketersediaan kebutuhan pangan di pasar sehingga mempengaruhi turunnya harga.
"Impor akan meningkatkan pasokan pangan dalam negeri. Masyarakat beralih dari konsumsi pangan lokal ke impor sebab murah. Hal ini berdampak kepada menurunnya produksi pangan lokal," ujar Adi.
Isu impor pangan kembali mengemuka di awal tahun 2019. Sorotan datang dari berbagai pihak yang mempertanyakan maksud di balik impor pangan mendekati agenda Pemilu tahun ini.