Jumat 01 Mar 2019 07:55 WIB

Menko Darmin: Karhutla Jangan Dikaitkan dengan Forum CPOPC

Negara terus mengawasi perkembangan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (tengah)
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (tengah)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, persoalan kelapa sawit tidak ada kaitannya dengan persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau. Menurutnya saat ini Indonesia bersama kedua negara produsen minyak sawit lainnya, Malaysia dan Kolombia, tengah berfokus menempuh diplomasi multilateral menentang kampanye deforestasi Uni Eropa. 

“Soal karhutla nanti bisa ditanyakan ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” kata Darmin dalam konferensi pers 6th Ministerial Meeting of Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), di Jakarta, Kamis (28/2). 

Menurutnya, pemberitaan soal kebakaran hutan yang dikaitkan oleh pembukaan kebun kelapa sawit tidak perlu dibawa dalam CPOPC karena masih berupa kesimpulan sementara. Dia menjelaskan, persoalan karhutla akibat pembukaan kebun kelapa sawit akan dibahas di forum berbeda bersama dengan KLHK. 

Dewan negara-negara kelapa sawit atau CPOPC berencana menempuh jalur multilateral dengan menggandeng ASEAN ke World Trade Organisastion (WTO). Sebab, menurut Darmin, sebagai anggota negara hukum yang diakui Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa dianggap telah berlaku diskriminatif dengan mencoret kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati atau biofuel dalam Renewable Energy Directive (RED) II. 

Darmin menduga, langkah yang dilakukan Uni Eropa yang secara terang benderang menyerang satu komoditas tertentu (kelapa sawit) merupakan modus terselubung untuk melindungi komoditas lainnya.

“Kita tetap optimistis memperjuangkan sawit, terus kita kawal,” katanya. 

Hal senada disampaikan Menteri Industri Utama Malaysia Teresa Kok. Dia mengatakan, pihaknya akan terus mengawasi perkembangan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa melalui sertifikat sawit berkelanjutan Malaysia. 

“Capaian sertifikasi itu sudah mencakup sekitar 30 persen dari keseluruhan produksi sawit di Malaysia,” katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement