EKBIS.CO, Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, Lc, MA
Assalamualaikum wr. wb.
PT ABC sebagai pihak inti menyediakan bibit, pakan ternak, obat-obatan, tenaga ahli, dan SOP cara pemeliharaannya. Pak Fulan sebagai pihak plasma menyediakan lahan, bangunan kandang, air bersih, penerangan, tenaga kerja, dan bahan penunjang habis pakai. Dengan kesepakatan hasil penjualan ayam dikurangi biaya pakan, ternak, obat, dan tenaga medis disediakan pihak inti. Sehingga SHU adalah keuntungan kotor pihak plasma karena biaya air bersih, penerangan, tenaga kerja, sekam yang menjadi beban pihak plasma belum dikurangi.
Apabila nilai SHU positif, seluruhnya milik pihak plasma, dan apabila harga pasar saat panen di atas harga kesepakatan, pihak plasma mendapatkan bonus. Apabila SHU negatif, pihak inti memberikan subsidi untuk mengganti kerugian biaya yang dikeluarkan pihak plasma. Apakah bentuk kerja sama ini sudah sesuai syariah? Mohon penjelasan ustaz!
Ahmad, Bogor
---
Waalaikumussalam wr. wb.
Untuk memperjelas kontrak, hak, dan kewajiban para pihak, maka bisa dijelaskan tiga pilihan transaksi yang sesuai syariah (dengan seluruh ketentuan hukumnya).
Pertama, transaksi ijarah. (a) Para pihak yang bertransaksi, yaitu pihak PT ABC menyewa jasa pihak peternak beserta bangunannya untuk memelihara bibit ayam. Sebagai imbalannya, peternak mendapatkan fee dari PT ABC, sedangkan seluruh hasil penjualan ayam menjadi milik PT ABC.
(b) Fee yang didapatkan peternak dan jasa yang diperjualbelikan tersebut memenuhi kriteria berikut. (1) Fee yang harus dibayarkan harus jelas, baik angka nominal, persentase tertentu, maupun rumus penetapannya. (2) Manfaat yang disewakan adalah jasa memelihara ternak dan manfaat kandang. Jasa yang halal, legal, jelas spesifikasi dan jangka waktu kerjanya, serta sesuai dengan tujuan akad.
Seperti fee atas jasa sebesar Rp 10 juta setiap kali panen, atau 10 persen dari hasil yang disepakati pada saat transaksi. Oleh karena itu, tidak diperkenankan memberikan fee yang belum disepakati besaran/rumusnya pada saat transaksi.
Hal itu sebagaimana Fatwa DSN MUI No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah. Sebagaimana hadis Rasulullah, "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beri tahukanlah upahnya." (HR 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah).
Kedua, transaksi ju'alah. Struktur transaksi ju'alah sama dengan akad ijarah sebagaimana tersebut di atas. Perbedaannya adalah fee yang didapatkan oleh peternak itu sesuai hasil bisnis ayam.
Sebagaimana fatwa DSN MUI No.62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah. Sebagaimana Firman Allah SWT: Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja; dan siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (QS. Yusuf: 72).
Ketiga, syirkah, (a) PT ABC menjalin kemitraan dan syirkah dengan pihak peternak untuk melakukan usaha ternak ayam pedaging, di mana PT ABC berkontribusi menyerahkan pakan, bibit ayam, dan obat-obatan sebagai modal. Sementara peternak menyiapkan tempat ternak dan jasa pemeliharaannya sebagai modalnya.
(b) Modal yang berbentuk barang tersebut divaluasi sehingga jelas berapa nominal modal para pihak. (c) Pembagian keuntungan atas hasil penjualan ayam dilakukan setelah memastikan modal kedua belah pihak kembali. Oleh karena itu, pembagian keuntungan tidak bisa dilakukan jika modal belum kembali atau kembali, tetapi salah satu pihak saja.
(d) Keuntungan usaha syirkah harus dihitung dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan/atau sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. Seluruh keuntungan usaha syirkah harus dibagikan berdasarkan nisbah-proporsional atau nisbah-kesepakatan, dan tidak boleh ada sejumlah tertentu dari keuntungan ditentukan di awal yang ditetapkan hanya untuk syarik tertentu. Salah satu syarik boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
Hal ini sebagaimana Fatwa DSN MUI No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah. Juga hadis Rasulullah SAW: "Manfaat (didapatkan oleh seseorang) disebabkan ia menanggung risiko." (HR. Tirmidzi). Serta kaidah fikih: "Risiko berbanding dengan manfaat".
Semoga Allah SWT memudahkan setiap ikhtiar kita dan memberkahinya. Wallahu a'lam.