EKBIS.CO, JAKARTA -- Tokoh pengusaha nasional Sofjan Wanandi mengharapkan kinerja neraca perdagangan Indonesia yang dalam periode Maret 2019 mengalami surplus dapat berlanjut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2019 mengalami surplus 540 juta dolar AS.
"Tentu kita senang, surplus menjadi sesuatu yang baik, perlu melanjutkan itu, sehingga defisit tidak membesar," ujar Sofjan Wanandi ketika ditemui usai konferensi pers program "KlingKing Fun-Pesta Diskon Anti Golput", di Jakarta, Senin (15/4).
BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2019 lebih tinggi dari posisi surplus Februari 2019 sebesar 330 juta dolar AS. Namun pada periode Januari-Maret 2019, neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit 0,19 miliar dolar atau 190 juta dolar AS.
Menurut Sofjan Wanandi, surplus neraca perdagangan Maret tidak lepas dari pengaruh perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Situasi itu telah menyebabkan impor Indonesia mengalami penurunan, meski ekspor Indonesia cenderung meningkat.
"Karena trade war, kita banyak ekspor, salah satunya ke Eropa," katanya.
Namun, ia mengingatkan, memasuki bulan puasa dan Lebaran biasanya impor Indonesia terutama bahan baku akan meningkat, kondisi itu tentu dapat mengubah kinerja neraca perdagangan pada bulan berikutnya.
"Sebagai pengusaha, saya tentu akan meningkatkan kapasitas produksi untuk mengantisipasi permintaan dalam negeri. Tapi saya percaya neraca perdagangan kita akan tetap terjaga," katanya.
Dalam kesempatan itu, Sofjan Wanandi juga optimistis perekonomian nasional pada tahun ini masih terjaga di level lima persen di tengah perlambatan ekonomi global, melalui dukungan dari konsumsi rumah tangga.
"Kalau ekonomi tumbuh lima persen, itu masih oke. Tapi saya ingin tumbuh enam persen," katanya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center Of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 58 persen terhadap ekonomi nasional, sekaligus menahan dampak negatif dari perlambatan ekonomi global.
"Konsumsi di dalam negeri cukup membantu dalam meredam guncangan eksternal. Namun, untuk jangka menengah dan panjang pertumbuhan ekonomi juga harus ditopang sektor lainnya seperti industri manufaktur agar lebih dari lima persen," katanya.