EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Bidang Pemberdayaan Petani Forum Tani Indonesia (Fortani) Pieter Tangka menilai kebutuhan impor bawang putih untuk pemenuhan pasokan dalam negeri telah terpenuhi melalui importir swasta. Sehingga keputusan Kementerian Perdagangan untuk menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) kepada delapan perusahaan swasta untuk impor bawang putih sudah tepat.
Oleh karena itu, seiring dengan cairnya perizinan tersebut, Bulog sebaiknya tidak perlu lagi melaksanakan impor bawang putih. Ia justru mengkhawatirkan Bulog akan tetap melakukan penugasan tersebut, padahal institusi itu tidak berpengalaman dalam melakukan impor bawang putih.
Kondisi ini, tambah dia, bisa saja memicu lahirnya kartel baru bawang putih yang secara tidak langsung ikut melibatkan Bulog."Khawatirnya Bulog akan sub kontrakkan ke importir-importir itu juga. Itu yang saya khawatirkan," kata Pieter.
Dalam kesempatan terpisah, peneliti senior LPEM FEB Universitas Indonesia Sulastri Surono menambahkan Bulog sebaiknya tidak memaksa untuk impor bawang putih karena kapasitas dan dana institusi tersebut yang terbatas.
Ia malah menduga Bulog bersikeras melakukan impor karena penugasan itu bisa dialihkan ke pihak lain apabila Bulog merasa tidak mampu.
Terkait pengadaan bawang putih ini, Sulastri lebih mempercayai importir swasta karena memiliki pengalaman dan mau menanam bawang putih sebanyak lima persen dari total volume impor.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan pemerintah harus mulai menyusun data riil kebutuhan bawang putih dalam negeri agar kegaduhan dari kebijakan impor tidak terjadi lagi.
Data tersebut, lanjut dia, dapat membantu pemerintah dalam memetakan produksi bawang putih, termasuk ketika kebutuhan meningkat dan impor harus dilakukan.
"Kalau beras, produksi paling tinggi bulan Maret-April-Mei. Panen bulan Oktober-November Desember. Berarti pemerintah disini harus jaga-jaga akhir tahun," kata Rusli.
Untuk saat ini, ia menilai kebijakan impor bawang putih masih dibutuhkan dan eksekusinya harus cepat agar tidak menganggu pasokan.
Selain itu, hal terpenting lainnya adalah barang impor itu harus bisa didistribusikan secara merata ke daerah yang membutuhkan."Jangan sampai ketika barangnya sudah datang, barangnya ditimbun di gudang," ujarnya.