EKBIS.CO, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia menanggapi kesepakatan pembatasan ekspor limbah plastik. Dia mengatakan, amandemen Konvensi Basel dapat menjadi awal positif untuk mengatasi permasalahan impor sampah dan limbah plastik ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Karena pada kenyataannya, sampah dan limbah plastik yang masuk sangat mungkin tercampur sehingga sulit untuk masuk ke industri daur ulang," kata juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi di Jakarta, Ahad (12/5).
Atha mengaku, pihaknya masih menanti pemerintah untuk memberlakukan pengetatan terkait impor sampah plastik tersebut. Dia mengatakan, hal itu sehingga Indonesia juga memiliki mekanisme kontrol dari dalam negeri.
Sebanyak 187 negara sepakat untuk membuat perdagangan global sampah plastik lebih transparan dan diatur dengan lebih baik untuk memastikan bahwa pengelolaannya lebih aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Sampah plastik diketahui telah mengotori daratan yang masih asli, mengapung dalam jumlah besar di lautan dan sungai dan menjerat satwa liar, terkadang akibatnya sangat mematikan.
Pemerintah memastikan akan menutup keran impor limbah plastik dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun. Kebijakan ini dibuat menyusul keterlibatan delegasi Indonesia dalam Konferensi Para Pihak (COP) untuk tiga konvensi, termasuk Konvensi Basel, yang diadakan di Jenewa, Swiss.