EKBIS.CO, JAKARTA – Di tengah tensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina yang masih berlangsung, pemerintah masih optimistis kinerja ekspor masih berpeluang. Hal itu seiring dengan ditundanya kenaikan tarif impor kedua negara tersebut terhadap produk-produk yang sebelumnya akan dikenakan kenaikan tarif.
Kepala Badan Pengkajian dan Perkembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri menjabarkan, dengan ditundanya kenaikan tarif barang impor antara dua negara ekonomi terbesar dunia tersebut menjadikan tensi perang dagang sedikit mereda. Hal tersebut dinilai menjadi hal positif terhadap arus perdagangan global.
“Termasuk juga ini bakal menjadi peluang kenaikan ekspor dan impor global juga,” kata Kasan saat dihubungi Republika, Ahad (30/6).
Dia menjelaskan, Indonesia dapat memanfaatkan celah perang dagang terutama dalam jangka pendek dengan mengisi produk-produk yang selama ini diisi oleh Cina ke Amerika Serikat. Produk-produk tersebut antara lain produk alas kaki, furnitur, travel goods, hingga perhiasan.
Sedangkan, kata dia, dalam jangka menengah Indonesia masih akan berpeluang menerima relokasi industri ke Indonesia baik dari Cina maupun dari Amerika Serikat.
Dilansir dari akun resmi Twitter Presiden Amerika Serikat Donald Trump diketahui, pertemuan Trump dengan Presiden Cina Xi Jinping dalam forum G20, di Jepang, berjalan lancar. Adapun poin perbincangan dalam forum tersebut bagi Trump adalah untuk tidak terburu-buru melancarkan kesepakatan dagang antara kedua negara.
Trump menyebut, kualitas kesepakatan lebih penting dibanding kecepatan kesepakatan tersebut.
“Saya tidak terburu-buru (untuk kesepakatan dagang),” kata Trump.
Trump juga menegaskan setuju menunda kenaikan tarif impor barang asal Cina. Di sisi lain, pihaknya menegaskan tidak akan melakukan pengurangan tarif impor terhadap barang-barang asal Cina yang sudah berlaku sebelumnya.
Diketahui, tensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina memang masih berlangsung dengan mengenakan tarif impor yang tinggi antara kedua belah pihak.
Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, ditundanya kenaikan tarif impor tersebut memang memberi peluang jangka pendek bagi peluang ekspor bagi negara-negara global, termasuk Indonesia. Kendati demikian, ekspor Indonesia dinilai belum sepenuhnya memuaskan dalam menyikapi perkembangan situasi perang dagang.
Sebab, kata dia, selain terdapat kelemahan demand global dan prospek pertumbuhan ekonomi yang lesu, aspek fundamental perekonomian domestik juga belum terlalu menjanjikan dalam mendorong perdagangan internasional.
“Karena kalau kita bicara ekspor, kembali lagi dari sisi produk, produk apa yang sudah kita hasilkan?” kata Fithra.
Untuk itu, parameter pertumbuhan kinerja ekspor perlu dielaborasi dengan adanya peran serta yang responsif di sektor industri. Meski, dia mengakui, terdapat kemungkinan adanya respons positif sebagai tindaklanjut Xi Jinping dengan Donald Trump yang belum memutuskan sikap kelanjutan perang dagang yang ditangkap oleh pasar global.
Hanya saja, hal tersebut dinilai sebagai ketidakpastian di masa mendatang. Sebab, Fithra menjabarkan, belum adanya kesepakatan sikap antara kedua negara tersebut dinilai bisa saja menjadi ancaman bagi perdagangan global di masa mendatang.
Untuk itu, guna memacu kinerja ekspor domsetik, pihaknya melihat pemerintah perlu menerapkan proyeksi perkembangan ekspor berjangka panjang.
Hal itu meliputi pembenahan ekspor-impor, infrastruktur, hingga pembangunan sumber daya manusia (SDM) industri dan perdagangan yang mampu merespons perdagangan situasi domestik dan global. Namun yang terjadi saat ini, kata Fithra, pemerintah belum mampu mengoptimalisasi pembenahan kinerja ekspor maupun pembangunan SDM perdagangan dan industri.
“Kalau di jangka menengah kinerja ekspor kita mau meningkat, hal itu tergantung dari seberapa besar upaya pemerintah. Kalau peluang, tentu saja ada,” kata dia.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor pada Mei 2019 tercatat sebesar 14,74 miliar dolar AS dengan pertumbuhannya minus 8,99 persen dibandingkan Mei 2018. Sedangkan impor tercatat mencapai 14,53 miliar dolar AS atau turun sebesar 17,71 persen. Artinya, nilai ekspor dan impor neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2019 dinyatakan surplus.