Kamis 25 Jul 2019 08:34 WIB

Perang Tarif: Indonesia Siap Balas Cina

Krakatau Steel potensi rugi Rp 1,2 triliun akibat proyek bermasalah kontraktor Cina.

Red: Budi Raharjo
Industri Baja
Foto: Republika/Prayogi
Industri Baja

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia sedang merancang aksi retaliasi atau tindakan balasan kepada Cina atas penerapan kenaikan bea masuk antidumping terhadap produk baja stainless asal Indonesia. Kebijakan tarif antidumping juga akan dikenakan terhadap produk baja dari Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

Meski begitu, pemerintah belum menjelaskan secara mendetail berapa kenaikan bea masuk impor terhadap produk serupa dari Cina. "Kita akan retaliasi saja. (Tarifnya) belum. Salah satunya lewat jalur merah, lewat PLB (Pusat Logistik Berikat)," jelas Airlangga di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (24/7).

Baca Juga

Jalur merah impor diberikan kepada importir dalam bentuk pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor melalui pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Diberitakan sebelumnya, pemerintah Cina akan terapkan pajak antidumping terhadap produk baja stainless asal Indonesia. Kebijakan tarif antidumping juga akan dikenakan terhadap produk baja dari Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

Tarif antidumping itu akan dikenakan terhadap produk billet stainless steel dan pelat baja hot-rolled. Besarannya mulai dari 18,1 persen hingga 103,1 persen. Kementerian Perdagangan Cina memastikan tarif itu akan mulai berlaku pada 23 Juli 2019.

Produk billet stainless steel dan pelat baja hot-rolled biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless steel cold-rolled atau digunakan dalam pembuatan kapal, kontainer, rel, listrik, dan berbagai industri lainnya.

Cina merupakan produsen stainless steel terbesar di dunia. Menurut Asosiasi Baja Cina, negeri tirai bambu itu memproduksi 26,71 juta ton baja stainless pada 2018. Angka itu meningkat 2,8 persen dari tahun sebelumnya.

Meski demikian, Cina tetap mengimpor sebanyak 1,85 juta ton baja stainless pada 2018. Angka impor itu melonjak 53,7 persen dari 2017.

photo
Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten.

Potensi rugi

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memberikan komentar terkait potensi kerugian PT Krakatau Steel Tbk yang mencapai triliunan rupiah. Rini menilai, direksi Krakatau Steel (KS) sudah melakukan banyak perbaikan di tubuh perusahaan.

"Ya sekarang menurut saya jauh lebih baik. Tanya sana direksilah, kan ada direksinya ada dewan komisarisnya, mereka sudah melakukan banyak hal perbaikan," kata Rini. Rini juga menyebut, seluruh jajaran direksi dianggap mampu melanjutkan sejumlah proyek yang terhenti, serta mampu menyelesaikan restrukturisasi utang perusahaan.

Penjelasan Rini berbeda dengan yang disampaikan Komisaris Independen Krakatau Steel, Roy Maningkas, yang kemarin menyampaikan surat pengunduran dirinya kepada Kementerian BUMN. Roy menghitung, Krakatau Steel berpotensi merugi hingga Rp 1,2 triliun akibat proyek bermasalah yang digarap bersama kontraktor asal Cina.

Roy membeberkan kepada publik proyek bermasalah yang kini tengah digarap perseroan. Proyek tersebut, dikerjakan bersama oleh kontraktor asal Cina, Capital Engineering and Research and Research Incorporation Limited (MCC CERI).

Kepada awak media, Roy mengatakan, saat ini Krakatau Steel tengah membangun satu fasilitas pengolahan baja tanur tinggi atau blast furnace yang memproduksi hot metal yang dijadikan slab sebagai bahan baku aneka produk. Proyek tersebut telah dimulai sejak 2011, tapi waktu penyelesaian terlambat hingga 72 bulan.

Selain itu, biaya investasi yang dikeluarkan perseroan juga membengkak dari rencana semula Rp 7 triliun menjadi Rp 10 triliun. "Ini over (budget). Budget sudah terlampaui, tapi penyelesaian terlambat 72 bulan. Ini tidak main-main," kata Roy dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (23/7).

Roy melanjutkan, hal mengejutkan lainnya, yakni terkait uji coba blast furnace yang terkesan dipaksakan. Direksi Krakatau Steel memutuskan untuk melakukan uji coba blast furnace selama dua bulan, lebih cepat dari perjanjian dalam kontrak bersama MCC CERI selama enam bulan.

Ia menjelaskan, waktu uji coba hanya dua bulan lantaran bahan baku yang dimiliki KS untuk pengolahan tidak mencukupi. Uji coba yang tidak sesuai standar waktunya itu, lanjut Roy, juga berbahaya merugikan Krakatau Steel.

Sebab, kata Roy, setelah uji coba otomatis bakal dilakukan serah terima dan kontraktor asal Cina tersebut bisa melepaskan tanggung jawab jika di kemudian hari terdapat kerusakan pada fasilitas tersebut. n sapto andika candra/ dedy darmawan nasution, ed: ahmad fikri

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement