EKBIS.CO, JAKARTA -- Defisit perdagangan minyak dan gas (migas) pada Juli 2019 tercatat mengecil. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Archandra Tahar mengatakan, penerapan biodiesel 20 persen (B20) mulai memberikan dampak pada penurunan konsumi migas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas 1,6 miliar dolar AS sementara impor migas 1,74 miliar dolar AS sehingga defisit perdagangan migas pada Juli 2019 sebesar 142,4 juta dolar AS. Sementara, itu angka defisit migas pada Juli 2018 sebesar 1,24 miliar dolar AS.
"Secara garis besar bulan ini lebih baik. Kita berusaha untuk mengurangi impor karena ada B20 dan sedang (persiapan) B30," kata Archandra di Kementerian Perekonomian, Kamis (15/8).
Menurut dia, diversifikasi penggunaan bahan bakar berbasis fosil ke nabati menjadi langkah konkret pemerintah saat ini untuk terus menekan angka impor migas. Menurut Archandra, dalam enam bulan terakhir impor migas secara konsisten terus mengalami penurunan, meskipun secara total masih mencatatkan defisit.
Ia mengakui, mengembangkan bahan bakar berbasis nabati dengan memanfaatnya sumber daya alam minyak sawit membutuhkan waktu. Sebab, perlu ada penyesuaian teknologi secara bertahap agar pengunaannya dapat diterapkan secara berkelanjutan.
Archandra meyakini, bahan bakar biodiesel secara perlahan akan menggantikan penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia. Ia menyebut, pemerintah juga ingin mengubah biodiesel menjadi green diesel.
"Ini bedalagi. Green diesel dia bisa berubah menjadi solar yang berkualitas lebih tinggi dan bisa dijadikan avtur," ujarnya.
Selain soal penerapan biodiesel pada kendaraan di Indonesia, Archandra menyebut penurunan defisit migas karena Pertamina mulai mengurangi impor-impor minyak mentah yang bisa diseral dari kilang dalam negeri. Terutama untuk keperluan penyediaan bahan bakar solar.