EKBIS.CO, JAKARTA – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai, data pasokan beras harus diharmonisasi. Menurut dia, penyesuaian volume serapan dan penyaluran yang diusulkan Bulog kepada pemerintah dan DPR RI tak relevan.
Seperti diketahui, Direktur Utama Bulog Budi Waseso menyatakan bahwa Bulog dapat dimungkinkan bangkrut akibat membayar bunga bank sebesar Rp 250 miliar per bulan. Bunga tersebut terjadi akibat dana pinjaman yang dipakai Bulog untuk menyerap beras petani di masa panen tanpa diimbangi dengan peluang penyaluran yang menggairahkan.
“Sebetulnya kalau data pasokan beras dibenahi, aman-aman saja sistem stabilitas beras Bulog itu. Hanya kan tahun kemarin ada impor, tahu-tahunya BPS (Badan Pusat Statistik) bilang kita surplus beras 2,2 juta ton,” kata Rusli saat dihubungi Republika, Rabu (11/9).
Sehingga, mau tidak mau dia menilai saat ini terjadi kemandekan penyaluran beras Bulog yang cukup rumit. Padahal jika impor beras di tahun lalu tidak dilakukan dengan landasan data yang kuat, dapat dimungkinkan stabilitas buffer stock Bulog dapat stabil.
Menurut Rusli, kesalahan data itu juga bukan satu-satunya berasal dari kontribusi Bulog selaku buffer stock pangan. Data pangan, khususnya dalam hal ini beras, harus disinkronkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebab kementerian tersebut yang tahu lebih jauh dari sisi produksi.
Menurutnya apabila data produksi itu diharmonisasi secara akurat dan profesional dan dikomparasi dengan kemeterian teknis terkait lainnya, mekanisme penyerapan dengan penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) Bulog akan stabil. Terkait dengan minimnya akses Bulog dalam penyaluran CBP, pihaknya tak sepakat.
Rusli menjabarkan, masih terdapat banyak kemungkinan bagi Bulog untuk melakukan penyaluran. Meski, perlu diakui, beras yang diserap Bulog yang mayoritasnya merupakan beras tingkat medium dapat menjadi tantangan tersendiri.
“Bulog bisa pakai (menyalurkan) berasnya untuk OP (Operasi Pasar) dan bencana toh,” ujarnya.