EKBIS.CO, PEKANBARU -- Kepala Bidang Inforkom Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru Drs Adrizal Apt mengisyaratkan para pengusaha minyak goreng pada Januari 2020 wajib memenuhi pangan fortifikasi. Fortifikasi yakni usaha menambahkan vitamin pada produk tersebut.
Menurut Adrizal, jika menolak melakukan fortifikasi, maka akan terancam sanksi hukum. "Jika pengusaha minyak goreng itu menolak pangan fortifikasi, maka untuk tahap awal mereka disuruh menutup usahanya sendiri. Itu lebih baik ketimbang menjalani sanksi hukum pidana," kata Adrizal, di Pekanbaru, Jumat (4/10).
Menurut Adrizal, pangan fortifikasi misalnya vitamin, atau sama dengan penambahan zat gizi mikro pada salah satu atau beberapa bahan pangan ke minyak goreng yang diproduksi maupun yang telah beredar di pasar, dengan dengan tujuan meningkatkan nilai gizi bahan pangan.
"Saya rasa pemenuhan pangan fortifikasi pada pengusaha minyak goreng bukan pekerjaan berat seperti menambahkan modal, sarana dan prasana, atau peralatan produksi, namun ini hanya penambahan bahan-bahan Vitamin A saja," katanya.
Selain minyak goreng dalam aturan yang ditetapkan pemerintah pusat itu, fortifikasi juga wajib dilakukan pada garam dengan penambahan iodium berkadar minimal 30 mg per kg dan tepung terigu dengan kadar fortifikasi zat besi minimal 50 mg per kg, seng minimal 30 mg per kg, vitamin B 1 minimal 2,5 mg per kg, vitamin B2 minimal 4 mg per kg dan asam folat minimal 2 mg per kg.
Ia mengatakan fortifikasi wajib untuk untuk meningkatkan nilai gizi bahan pangan, meningkatkan nilai tambah, dan mengatasi masalah gizi masyarakat. "Berdasarkan masalah gizi nasional, maka pangan fortifikasi bertujuan untuk mengatasi masalah gizi dengan target kelompok rentan ibu hamil dan menyusui, bayi, balita, remaja, orang yang tidak mampu," kata Adrizal.
Sedangkan syarat pangan fortifikasi adalah makanan yang umumnya ada di masyarakat dan dimakan secara teratur dan terus menerus, makanan yang diproduksi oleh produsen yang jumlahnya terbatas agar mudah diawasi, tersedia teknologi fortifikasi untuk pangan tersebut, makanan tidak berubah warna, dan konsistensi setelah difortifikasi, makanan itu tidak membahayakan kesehatan, serta harga pangan setelah difortifikasi tetap terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Ia menambahkan secara nasional tercatat 130 usaha pangan di Indonesia dan yang sudah memenuhi pangan fortifikasi mencapai 112 usaha.