EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan kebijakan pelarangan minyak goreng curah dalam kemasan mulai Januari 2020 akan mengancam produsen UMKM. Ikhsan menilai, tujuan kesehatan yang menjadi alasan kebijakan itu jangan sampai merugikan para pelaku usaha industri kecil dan menengah (IKM) dan justru menguntungkan pengusaha besar.
Apabila ingin produk minyak goreng curah lebih higienis, Ikshan meminta Kemendag dan Kemenperin memberikan insentif kepada produsen dari IKM. Apabila tidak dibantu insentif, lanjut Ikhsan, produsen IKM akan kesulitan dalam meningkatkan kualitas produk minyak curah.
"Biaya pembinaan dan pelatihan di dua kementerian itu sangat besa, triliunan, kenapa nggak diberikan untuk insentif," ujar Ikhsan saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Rabu (9/10).
Ikhsan menjelaskan, kewajiban produk minyak goreng curah lebih higienis dan dijual dalam kemasan berdampak pada konsekuensi biaya. Artinya, produsen harus membeli tambahan alat hingga mendaftarkan produk untuk mendapatkan sertifikasi yang tidak murah.
Selain itu, terkait kebijakan fortifikasi pangan yang juga akan menambah biaya bagi produsen. "Kalau mau menyehatkan masyarakat, turun melakukan pemberdayaan kepada produsen minyak curah," ucap Ikhsan.
Ikhsan menyampaikan kebijakan mendag berimplikasi pada harga yang akan melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi), yakni Rp 11 ribu per liter. "Kami hitung, bisa lebih dari HET atau sekitar Rp 15 ribu," lanjut Ikhsan.
Kondisi ini, kata Ikshan, akan menyulitkan produsen minyak goreng curah IKM tidak mampu bersaing. "Kalau nggak ada insentif sama saja akan mematikan UMKM tapi menyehatkan pengusaha besar. Jangan-jangan ini titipan pengusaha besar karena nggak mampu bersaing dengan kecil," katanya menambahkan.
Ikhsan juga tidak ingin kebijakan tersebut justru bertentangan dengan amanah undang-undang nomor 20 tahun 2008. Aturan itu mengamanatkan pemerintah harus memberikan akses pasar, pembinaan dan pelatihan serta akses keuangan seluas-luasnya kepada UMKM.
Ia meminta para menteri tidak mengeluarkan kebijakan kontroversial pada akhir masa menjabatnya.