EKBIS.CO, JAMBI -- Keterbatasan teknologi tidak menyurutkan semangat para petani. Dengan kemampuan seadanya mereka berusaha memaksimalkan lahan usaha taninya. Berbekal keinginan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, petani mencari berbagai cara untuk mengolah lahan menjadi lebih produktif.
Chozin, Ketua Kelompok Tani Subur Mulyo, di Desa Sungau Duren, Kecamatan Jambi Luar, Kab. Muaro Jambi saat berada di lahannya, Kamis (10/10), mengungkapkan bahwa di wilayahnya masih banyak lahan tidur milik orang kota yang belum termanfaatkan karena keterbatasan tenaga kerja dan teknologi. Saat ini Chozin tengah menggarap lahan 4 hektare lahan untuk bertanam cabai, ketela pohon, kacang panjang dan sayuran lainnya. Kondisi tanamannya tetap terawat meskipun kekurangan air.
Tinggal di pedesaan dengan kondisi terbatas, Chozin adalah sosok petani milenial inspiratif. Lahan pertanian sempit itu ia kelola bersama sang istri.
Luasan 1 hektare ditanami cabai, 2 hektare ditanami ketela pohon dan sisanya daun ubi dan pisang batu. Selain mengandalkan hasil tanaman cabai, ia mendapatkan penghasilan dari ketela pohon seharga Rp 2.500 per kilogram (kg). Sementara daun pucuk ubi dia jual Rp 1.000 per ikat. Per hari dirinya bisa menjual sebanyak 60 ikat.
Selain itu ia juga menanam pisang batu yang dapat dijual daunnya. Sehari terjual 70 lembar dengan harga Rp 1.750 per pelepah. Ia mengatur pola tanam supaya tidak terjadi kekosongan produksi dari berbagai komoditas tersebut.
“Triknya adalah mampu mengatur jadwal tanam dan panen yang sekiranya bisa berputar mengisi kas keluarga. Selalu berfikir efisien dalam melakukan teknik budidaya yang terukur waktunya dan tidak mudah menyerah dengan keadaan walau modal terbatas,” jelas Chozin.
Kepala UPTD sekaligus Koordinator Penyuluh setempat, Sri mengungkapkan bahwa Kelompok Tani Subur Mulyo merupakan salah satu kelompok yang mendapatkan alokasi APBN 2019 untuk pengembangan kawasan cabai. Dari semua komponen bantuan yang diberikan sangat bermanfaat bagi petani.
“Semua bantuan sangat dirasakan manfaatnya, khususnya likat kuning. Sebelumnya petani hanya menggunakan botol yang dicat dan diitempeli dengan lem pabrikan,” ungkapnya dalam siaran pers.
Mengolah lahan tidur agar lebih bermanfaat.
Petani lain, Erwin, asal Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo sudah mengenyam asam garam dan manis pahitnya bertani cabai. Mulai dari belajar tanam hingga gagal panen pernah dialaminya. Dirinya pernah sukses menghasilkan puluhan juta sekaligus merasakan rugi ratusan juta. Meskipun demikian tidak pernah ada kata jera menanam cabai.
“Ini sudah panggilan jiwa dan garis tangan kami ada di kebun. Kami melalui hari-hari dengan bercocok tanam dan sekarang sudah mulai pintar walau soal hasil tetap Allah yang menentukan,” ujar Erwin.
Erwin mengaku banyak lahan belum termanfaatkan maksimal karena keterbatasan terknologi. Bersama petani lain dirinya berharap bantuan sarana produksi pertanian bisa singgah di lokasinya.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan teknologi-teknologi produksi seperti alsintan yang dapat menghemat waktu dan biaya pengolahan serta sarana pengendali sarana dan prasarana perlindungan tanaman seperti screen house, parannet, atau kelambu. Selain itu, kami juga ingin adanya jaminan harga supaya petani jangan sampai rugi,” tutup Erwin penuh harap.