Setiap perusahaan yang berkomitmen menerapkan inisiatif green dalam mengelola bisnisnya selalu memiliki kekhasan tersendiri yang membedakan dalam penerapannya. Apa saja dan bagaimana inisiatif green mereka?
Belakangan makin banyak perusahaan yang menerapkan konsep green company ---secara konsisten mengimplementasikan prinsip-prinsip triple P (people, profit, planet) dalam menciptakan pertumbuhan bisnis dalam kerangka bisnis yang berkelanjutan (sustainability development). Fenomena ini menggembirakan, di tengah tuntutan kinerja yang semakin tinggi dan persaingan yang kian tajam. Apalagi banyak diantara perusahaan-perusahaan ini menjadikan green company sebagai alat promosi.
Seperti diketahui, konsep green company ini bisa dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari penyusunan visi-misi perusahaan, kebijakan dan strategi, proses bisnis hingga pemasarannya, juga melibatkan mitra yang peduli dengan prinsip triple P, sehingga tercipta kultur green dalam perusahaan tersebut, termasuk dalam hal ini ialah aspek sosial dari bisnis.
Itu sebabnya setiap perusahaan pun memiliki cara dan inisiatif sendiri untuk mengimplementasikan green company yang dilatarbelakangi oleh inisisasi dan karakter perusahannya. Pandu Setio, Senior PR & Brand Communications Manager PT Sharp Electronics Indonesia menjelaskan inisiatif green di perusahaannya dipicu oleh kepedulian Sharp Indonesia yang jeli melihat adanya isu lingkungan yang begitu besar dan kondisi yang kian memprihatinkan.
Selaku perusahaan manufaktur, Sharp Indonesia mengemban tanggung jawab ini dan perlu berkontribusi kembali kepada bumi. “Sharp Indonesia juga sadar bahwa isu lingkungan tidak bisa terselesaikan melalui pemerintah maupun masyarakat saja, tetapi dibutuhkan andil yang besar oleh sektor swasta,” kata Pandu. Inisiatif green yang dijalankan perusahaannya Indonesia dilakukan, baik melalui internal perusahaan atau antar karyawan maupun eksternal agar lebih banyak menjangkau target yang dinginkannya.
Untuk inisiatif internal, Sharp selaku perusahaan berupaya untuk menjadikan perusahaan memenuhi green standard. Artinya, pada setiap aktivitas kerja karyawan hingga proses produksi, green standard terus dijadikan acuan untuk mengedepankan proses produksi yang berefisiensi energi dan tidak mencemari sekitarnya. Penerapan green standard tidak hanya dilakukan semata-mata untuk membuat proses produksi yang aman, lebih jauh lagi, Sharp juga mengharapkan bahwa cara ini dapat berimbas positif bagi karyawan agar lebih awas terhadap lingkungan.
Sementara itu, inisiatif green untuk menjangkau pihak eksternal diselenggarakan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Beberapa program CSR yang dijalankan Sharp Indonesia yaitu program pendidikan lingkungan dan keanekaragaman hayati sejak dini di tingkat SD dan SMA hingga kuliah. Artinya perusahaan ini dalam menjalankan program CSR-nya dengan menggandeng berbagai sekolah.
Demikian juga dengan ritel modern seperti IKEA mempercayai bahwa keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial merupakan satu kesatuan alam sadar dalam menjalankan bisnis untuk mendorong kehidupan yang lebih baik. “Kami percaya bahwa keberlanjutan bukanlah barang mewah yang hanya dapat dinikmati segelintir orang. Kami tidak sependapat jika orang harus memilih antara desain atau fungsi atau kualitas atau harga terjangkau atau keberanjutan. Kami pun tidak menggunakan keberlanjutan untuk membenarkan harga tinggi,” ujar Eliza Fazia, Country Marketing Manager IKEA Indonesia.
IKEA juga percaya bahwa keberlanjutan dan desain, fungsi, kualitas serta harga terjangkau merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Itu sebabnya, untuk melindungi lingkungan dan memberikan dampak positif terhadap masyarakat, semua sumber materi IKEA diperoleh dengan penuh kehati-hatian. Dengan mengambil material dari sumber-sumber yang berkelanjutan, IKEA menerapkan kesadaran secara penuh untuk melindungi lingkungan dan berupaya meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih, pekerjaan yang layak, dan menjaga kelestarian setempat.
Demikan juga dengan Go-Jek memiliki berbagai inisatif green yang sudah dijalankan melalui layanan Go-Food. “Go-Jek kembali menjadi pelopor di industri dengan mengumumkan #GoGreener, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk memudahkan konsumen, mitra merchant, dan mitra driver menjalani gaya hidup ramah lingkungan,” kata Rosel Lavina VP Corporate Affairs, Food and Merchants Go-Jek.
Inisiatif #GoGreener yang pertama dijalankan oleh layanan Go-Food, yaitu fitur pilihan alat makan sekali pakai. Ketika memilih makanan sebelum masuk ke halaman checkout aplikasi, konsumen harus memilih opsi beli jika memerlukan alat makan sekali pakai. “GoFood merupakan layanan pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memfasilitasi gaya hidup ramah lingkungan lewat fitur ini,” kata Rosel.
Program #GoGreener berjalan aktif di beberapa wilayah, terutama di daerah operasional Go-Food. Dari data internal Go-Food, ternyata hanya sekitar 2% pelanggan yang memerlukan alat makan plastik sekali pakai ketika memesan di lebih dari 1.000 mitra merchant Go-Food yang berpartisipasi dalam program #GoGreener. “Ini menjadi titik awal di mana inisiatif ini diterima dengan baik,” kata Rosel.
Lalu, PT Siemens Indonesia juga sudah menjalankan inisiatif green seperti Energy Efficiency Program yang dimulai sejak 2018. Program ini mengganti lampu TL (tubular lamp) dengan lampu LED di fasilitas produksi dan gedung Siemens. Program ini memberikan dampak turunnya konsumsi listrik dan juga berkurangnya limbah B3 (lampu TL mengandung merkuri sehingga pengelolaan lampu bekasnya diberlakukan sebagai limbah B3).
Yang lainnya adalah Reducing Plastic Waste Program yang dimulai sejak 2019 dengan menggurangi penggunaan plastik, seperti kemasan styrofoam dan alat makan plastik di fasilitas produksi Siemens. “Program ini bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku karyawan agar lebih ramah lingkungan,” ujar Lilik Subiyanto, Environmental, Health, and Safety (EHS) PT Siemens Indonesia. Ada lagi Recycle Waste Water Program, yaitu instalasi pengolahan air limbah produksi untuk digunakan kembali di fasilitas produksi. Targetnya untuk mengurangi pemakaian air bersih di area fasilitas produksi dan juga pemasangan instalasi Close Loop yang akan mulai digunakan pada 2019.
Kemudian, ada juga perusahaan yang sejak berdiri sudah bermain pada produk green, seperti Greenhope di bawah PT Harapan Interaksi Swadaya. Perusahaan yang berdiri sejak 2016 ini memproduksi material plastik oxium dan ecoplas (terbuat dari pati singkong). Pendirinya adalah Sugianto Tandio yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Tirta Marta dan Tommy Tjiptadjaja (co-founder). Tommy, yang juga seorang social entrepeneur, adalah co-founder dan CEO Greenhope.
Teknologi oxium dikembangkan oleh Sugianto melalui penelitian selama 10 tahun, kemudian diambil alih oleh Tommy untuk kemudian diproduksi massal. Saat ini, PT Tirta Marta dan Greenhope adalah sister company. Greenhope tercatat sebagai anggota Schwab Foundation Social Entrepeneur World Economic Forum.
Oxium adalah bahan aditif yang ditambahkan pada material plastik sehingga proses penguraian plastik bisa lebih cepat. Oxium bereaksi cepat dengan panas, sinar matahari, atau oksigen sehingga bisa teroksidasi dan terbiodegradasi lebih cepat daripada plastik biasa, yaitu kira-kira dua tahun. “Teknologi ini kami patenkan di Amerika, Singapura, dan Indonesia,” kata Tommy. Ecoplas adalah inti plastik yang dibuat dari pati singkong.
Saat ini, Greenhope memproduksi plastik yang bisa terurai kembali di tanah. Model bisnisnya adalah B2B. Greenhope memproduksi material inti plastik yang terdiri dari oxium dan ecoplas tersebut. Perusahaan ini bekerjasama dengan kurang-lebih 50 perusahaan dari 15 negara di dunia untuk bisa diproduksi menjadi barang akhir (finish goods). “Greenhope adalah pemegang paten Oxium di Indonesia dan satu-satunya produsen plastik Oxium di Indonesia. Kalau di seluruh dunia, teknologi yang sejenis ada dari Kanada, Inggris, Jepang,” kata Tommy.
Sejauh ini pabrik Greenhope mempunyai lima mesin produksi dengan volume produksi 1.000 ton/bulan. “Tapi, beda antara oxium dan ecoplas. Kalau ecoplas kan yang kami produksi adalah resinnya. Jadi, untuk bikin kantong plastik, harus 100% dari resin pati singkong ini. Nah, kalau oxium kan cuma bahan aditif yang porsinya 3-5% dicampurkan. Jadi, 1 ton oxium bisa mengubah 33 ton plastik jadi biodegradable,” ungkap Tommy menjelaskan.
Tentunya, semua inisiatif green ini memberikan dampak positif, tidak hanya bagi manusia dan lingkungan, tetapi juga bagi perusahaan, yang berupa keuntungan ekonomi berkelanjutan. “Hal ini terlihat dari kepercayaan yang terus diberikan oleh konsumen sampai saat ini untuk tetap menggunakan teknologi dan solusi dari Siemens yang telah terbukti berkualitas serta ramah lingkungan,” kata Lilik.
Demikian juga bagi Go-Jek. Selain speed and innovation, DNA Go-Jek lainnya sebagai perusahaan adalah dampak sosial. “Oleh karena itu, kinerja kami perlu dilihat dari lensa dampak sosial,” kata Rosel. Seperti disinggung sebelumnya, melalui #GoGreener untuk Go-Food ini, ada sekitar 2% pelanggan yang memerlukan alat makan plastik sekali pakai ketika memesan di lebih dari 1.000 mitra merchant Go-Food yang berpartisipasi dalam program #GoGreener. Hal ini tentunya menambah kinerja Go-Food dalam menciptakan dampak sosial di dalam peningkatan kesejahteraan mitra driver, talent, dan UMKM Go-Food. (*)
Reportase: Andi Hana Mufidah Elmirasari, Herning Banirestu, Sri Niken Handayani, dan Yosa Maulana