EKBIS.CO, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini mengalami laju terlambat secara tahunan selama empat tahun terakhir. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia periode Juli sampai September 2019 berada di tingkat 5,02 persen.
Sedangkan, dalam periode yang sama pada 2016 sampai 2018, pertumbuhan berada di atas tingkat tersebut, yakni masing-masing 5,03 persen, 5,06 persen dan 5,17 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, perlambatan tersebut tidak terlepas dari kondisi ekonomi global. Ekonomi sejumlah negara mengalami perlambatan, baik negara maju ataupun berkembang.
"Meski melambat, 5,02 persen tidak terlalu curam dibandingkan negara lain," ucapnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (5/11).
Suhariyanto memberikan contoh negara China. Ekonomi Negeri Tirai Bambu melambat dari 6,5 persen pada kuartal ketiga 2018 menjadi ke tingkat 6,0 persen pada kuartal ketiga 2019. Begitupun dengan Amerika Serikat (AS) yang melambat di kisaran 2,0 persen pada kuartal ketiga 2019.
Singapura mengalami kondisi yang lebih ekstrim. Suhariyanto menjelaskan, perlambatan negeri tetangga Indonesia tersebut melambat dari 2,6 persen ke 0,1 persen. "Ini menunjukkan ketidakpastian ekonomi global yang membawa dampak ke ekonomi berbagai negara, baik maju ataupun berkembang," tuturnya.
Faktor ekonomi yang disampaikan Suhariyanto adalah mengenai perang dagang antara Cina dengan AS. Selain itu, harga komoditas terus fluktuatif, menuju penurunan baik secara quarter to quarter (q-to-q) ataupun year on year (yoy).
Misalnya, Indonesia Crude Price (ICP) yang pada kuartal ketiga 2018 berada di tingkat 71,64 dolar AS per barel menjadi 59,81 dolar AS per barel pada kuartal ketiga 2019. "Artinya, rata-rata harga minyak ICP turun 16,5 persen secara yoy," ucap Suhariyanto.
Peristiwa lain yang juga menjadi catatan BPS adalah penurunan realisasi belanja pemerintah pusat. Pada kuartal ketiga tahun ini, realisasinya mencapai 22,75 persen dari pagu anggaran. Angka tersebut turun kalau dibandingkan realisasi pada kuartal ketiga tahun lalu, yakni 25,59 persen dari pagu 2018.
Apabila dilihat lebih dalam, Suhariyanto menuturkan, penurunan realisasi belanja pemerintah ini terjadi karena penurunan realisasi belanja pemerintah pusat. Di antaranya dari sisi penurunan belanja barang dan jasa, belanja modal dan belanja bantuan sosial.
Realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga ini sedikit di bawah proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga ini berada pada level 5,05 persen.
"Kami tetap optimistis di atas lima persen. Seperti yang disampaikan BKF (Badan Kebijakan Fiskal), tumbuh di 5,05 persen," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jumat (1/11).