Senin 20 Jan 2020 18:55 WIB

Pemerintah Bahas Aturan Pelaksana Omnibus Law Secara Paralel

Begitu UU Omnibus Law diketok, peraturan lain juga harus selesai.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Omnibus Law (ilustrasi). Pemerintah akan membahas Omnibus Law secara paralel dengan peraturan pelaksana pendukungnya.
Foto: Flickr
Omnibus Law (ilustrasi). Pemerintah akan membahas Omnibus Law secara paralel dengan peraturan pelaksana pendukungnya.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menuturkan, pemerintah akan membahas Omnibus Law secara paralel dengan peraturan pelaksana pendukungnya. Pembahasan dilakukan ketika draf RUU Omnibus Law masuk ke DPR. Dengan begitu, diharapkan substansi dalam UU Omnibus Law dapat mulai berlaku secara langsung pada tanggal peraturan tersebut diundangkan.

Susiwijono menjelaskan, proses paralel ini dilakukan agar tidak ada jeda waktu antara peresmian RUU Omnibus Law menjadi UU dengan pemberlakuan di lapangan. "Ini sesuai dengan arahan Pak Presiden (Joko Widodo)," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (20/1).

Baca Juga

Peraturan pelaksana yang dimaksud Susiwijono merupakan peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri dan turunannya. Baik itu mengenai investasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hingga ketenagakerjaan yang menjadi cluster dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

"Begitu (UU Omnibus Law) diketok dan berlaku sejak tanggal diundangkan, PP dan lain-lain harus selesai," kata Susiwijono.

Susiwijono mengakui, untuk mencapai target tersebut tidak akan mudah. Sebab, begitu banyak regulasi yang harus dibahas di tingkat internal pemerintah maupun bersama dengan DPR. Selain itu, pihak yang dilibatkan pun beragam, mulai dari masyarakat sipil, pengusaha, buruh maupun investor.

Tapi, Susiwijono menekankan, target tersebut harus tercapai seiring dengan arahan Presiden Jokowi. UU Omnibus Law beserta peraturan pelaksananya harus segera dirampungkan guna mendukung pertumbuhan ekonomi hingga enam persen. 

"Itu mutlak," ucapnya.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna menjelaskan,  pemerintah harus benar-benar merancang RUU Omnibus Law secara matang dan mempertimbangkan lag time atau jeda waktu dalam menerapkannya. Apabila tidak diantisipasi, pengaplikasian substansi di lapangan justru dapat menghambat realisasi investasi.

Ariyo menuturkan, kondisi ini sudah sempat terjadi saat penerapan Online Single Submission (OSS) pada dua tahun lalu. Saat itu, implementasi OSS terkesan dipaksakan, sehinga realisasi investasi asing turun dibandingkan tahun 2017. 

"Potensi penurunan semakin besar apabila Omnibus Law dipaksakan berlaku di tahun ini," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (20/1).

Ariyo mengatakan, dampak tersebut dapat terjadi karena investor potensial maupun eksisting memutuskan wait and see untuk mempelajari regulasi baru. Belum lagi pemerintah harus menyiapkan peraturan pelaksana sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang (UU) Omnibus Law. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement